Teater Gadhang Sabet Penyaji Terbaik Lomba Online Monolog Nasional

Lomba Online Videografi Monolog Mahasiswa Nasional merupakan salah satu rangkaian kegiatan Gelar Karya Mahasiswa Nasional 2020. Lomba ini diselenggarakan oleh Teater Sendratasik dibawah naungan Universitas Negeri Surabaya sebagai alternatif Festival Monolog Mahasiswa Nasional 2020 yang belum memungkinkan terlaksana akibat Pandemik Covid-19 yang sedang melanda Indonesia.

Tujuan diselenggarakannya Lomba Online Videografi Monolog Mahasiswa Nasional 2020 adalah untuk memberikan ruang kreatif bagi mahasiswa dalam berkesenian di bidang videografi dan keaktoran. Selain itu lomba ini juga sebagai media pengembangan minat dan bakat yang efektif untuk meningkatkan produktivitas mahasiswa dalam masa pandemik Covid-19. Dan yang paling penting dari tujuan diselenggarakannya lomba ini adalah untuk menyuarakan semangat kepada masyarakat tentang pentingnya belajar dari sebuah peristiwa pandemik.

Kelompok Kerja Teater Gadhang Fakultas Ekonomi Bisnis UNS turut berpartisipasi dalam lomba tersebut. Mengusung Naskah karya sendiri yang berjudul Sabdo Palon Menagih Janji yang diperankan oleh Faisal Juliatmono. Naskah tersebut menceritakan tentang kegelisahan seorang tua bangka melihat keadaan zaman yang penuh dengan bencana, termasuk Pandemi Covid-19.

Teater Gadhang akhirnya mampu menjuarai Lomba Online Videografi Monolog Mahasiswa Nasional 2020. Berikut evaluasi dan penjurian dari lomba tersebut :

Corona tidak akan bisa menghalangi kami untuk berkarya! Chong!

Ketua Tetaer Gadhang 2020 : Gabriel Chrisna Putra

Memasuki kepengurusan baru Teater Gadhang 2020, Adi Nugroho (Ketua Teater Gadhang 2019) menyerahkan mandat ketua kepada Gabriel Chrisna Putra. Beliau adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS jurusanmu Manejemen Bisnis.

Awal bulan kemarin diadakan musang untuk laporan pertanggungjawaban yang kemudian dilanjutkan pemilihan ketua dengan segala bentuk visi misi untuk pengurusan ke depan. “Gadhang adalah rumah kedua bagi saya”, begitulah salah satu pesan yang disampaikan Gabriel ketika ditunjuk menjadi ketua Gadhang tahun 2020.

Pemilihan ketua juga dihadiri oleh para sesepuh dan segenap anggota baru untuk mengetahui permasalahan dan perkembangan organisasi atau unik kegiatan mahasiswa ini. Sampai sekarang Teater Gadhang sudah berusia lebih dari 28 tahun dengan puluhan pementasan yang sudah dikaryakan.

Ke depan, seluruh anggota berharap Teater Gadhang semakin berkembang dan tetap menunjukan eksistensinya sebagai organisasi minat bakat – dalam hal ini teater – di Solo, khusunya lingkup kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Program awal yang akan dilakukan adalah mengadakan raker (rapat kerja). Pembentukan pengurus, penyusunan program, dan merancang langkah program strategis untuk tetap konsisten berkarya. Dengan semangat yang sama, teriakan yang sama, dan suka duka dalam menjalankan roda kepengurusan.

“Kita hanya membutuhkan orang yang berkarya, selebihnya mari kita kerjakan bersama”

Materi Keaktoran 2

MENAFSIR KEAKTORAN

Oleh : M. Fadholi

Istilah karakter/ watak dipakai dalam penokohan para pelaku cerita dalam naskah lakon. Antara istilah tokoh dan karakter keduanya sangat lekat, maka sering digabungkan penyebutannya sebagai tokoh karakter. Tokoh adalah sosok individu rekaan yang mengalami peristiwa-peristiwa tertentu dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Sedangkan penokohan/ karakterisasi adalah metode pelukisan watak para tokoh dalam naskah untuk membedakan tokoh satu dengan tokoh-tokoh lainnya. Karakterisasi berfungsi untuk menghadirkan alasan bagi tokoh untuk sebuah tindakan-tindakan tertentu dalam membentuk cerita.

Lagos Egri, berpendapat bahwa perwatakan adalah yang utama dalam sebuah lakon. Tanpa perwatakan tidak akan ada cerita, tidak akan ada plot. Perbedaan watak akan melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan, konflik, yang akhirnya melahirkan cerita.

Tinjauan Ilmu Psikologi

Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi tumpang tindih penggunaan istilah kepribadian, karakter/watak, tempramen, tabiat dan sifat. Para ahli ilmu psikologi memberikan definisi yang berbeda-beda, namun sebagian besar dapat ditarik benang merahnya.

Karakter/ watak adalah sifat-sifat dalam diri seseorang yang menjadikannya unik dan membedakannya dengan orang lain berdasarkan apa yang ia miliki sejak lahir (genetik) maupun yang ia pelajari atau peroleh lewat pengalaman hidupnya.

Kepribadian adalah sifat-sifat dalam diri seseorang yang mengarahkannya untuk berfikir, berperasaan, bertingkah laku yang khas dalam berhubungan dengan lingkungannya.

Perbedaan antara karakter dan kepribadian dikemukakan oleh Allport (1937), bahwa apabila orang mengenakan norma-norma (nilai-nilai akhlak) yang berarti mengadakan penilaian terhadap seseorang lebih tepat dipakai istilah karakter/ watak. Apabila tidak mengadakan penilaian sehingga menggambarkan apa adanya dipakai istilah kepribadian.

Sedangkan Lickerman, berpendapat bahwa kepribadian lebih bersifat menetap dan dipengaruhi faktor keturunan, sedangkan karakter lebih terbentuk karena pembelajaran terhadap nilai-nilai dan kepercayaan. Dari sisi lain Allport yang memberikan gambaran bahwa kepribadian adalah bagaimana individu menampilkan diri dan menimbulkan kesan bagi indvidu lain secara khas.

Sebagai contoh untuk menggambarkan perbedaan antara kepribadian dan karakter, misalkan ada orang yang selalu menawari rokok setiap kali bertemu dengan temannya maka ini lebih tepat disebut kepribadian, sedangkan jika ada orang yang menghentikan kendaraannya untuk menolong korban kecelakaan, ini disebut karakter.

Tempramen adalah sifat yang sudah ada pada diri seseorang tanpa dikehendaki atau diupayakan (M. Furqon Hidayatullah). Tempramen = tabiat = pembawaan. Tabiat berhubungan dengan kondisi jasmani yang sifatnya genetik dan sulit untuk diubah, tidak dapat dipengaruhi faktor dari luar bahkan oleh kemauan hati orang tersebut. Tabiat/ tempramen adalah tingkah laku yang sifatnya berulang. Contoh kalimat yang menggambarkan tabiat/ tempramen.“Dia selalu marah-marah jika ada bawahan yang tidak beres dalam bekerja”

Sifat adalah satu karakteristik spesifik dalam diri seseorang dan ketika dikombinasikan antara satu dengan yang lain membuat seseorang menjadi pribadi yang unik dan membentuk identitas orang tersebut. Sifat bisa dikatakan sebagai satu perasaan yang secara kodrati ada pada diri seseorang secara khas. Misalnya orang yang gampang menangis ketika apa yang direncanakannya tidak berjalan mulus.

Memahami Karakter Tokoh

IMG_9638
Doc. Teater Gadhang (Pentas Panas 2015)

 

Selain mengacu pada teori-teori kejiwaan dalam ilmu psikologi, penerapan karakter dalam naskah lakon juga memadukan unsur-unsur lain pembentuk karakter tokoh yang bersifat pencitraan atau pembentukan image tokoh.

Ketika menulis naskah, pengarang sudah menyiratkan gambaran karakter tokoh lewat penuturan dialognya. Tuturan dialog-dialog tersebut, baik tersurat maupun tersirat telah memuat unsur-unsur pembentuk karakter tokoh seperti sifat, sikap, perasaan, perilaku/ tindakan, suasana kejiawaan/ emosi, dan identitas-identitas lain yang memperkuat image tokoh. Pemeran dituntut kepekaan rasanya untuk menggali dan menganalisisnya lewat upaya menafsirkan dialog, kemudian mengidentifikasikannya ke dalam ciri-ciri identitas khusus yang meliputi.

  1. Status sosial : latar belakang sosial, tingkat sosial terhadap tokoh lain, dsb.
  2. Fisik : umur, jenis kelamin, postur tubuh, dsb
  3. Psikis : trauma, depresi, dsb
  4. Intelektual : cara berfikir dan mengambil keputusan
  5. Religi : agama atau kepercayaan

Proses ini dinamakan analisa tafsir karakter, ciri-ciri identitas khusus yang telah teridentifikasi selanjutnya dilebur menjadi kesatuan karakter yang utuh melalui rangkaian upaya penjiwaan atau olah rasa. Pemeran dituntut bisa fokus agar tidak terperangkap menggunkan karakter individunya dalam menganalisa tafsir karakter.

“untuk menjadi pemeran yang baik, aktor harus menganalisa peristiwa dan kejadian. Ketika di panggung aktor harus melepas atau meninggalkan identitas dirinya untuk memasuki identitas tokoh yang diperankannya” (Stanislavsky)

Ada beberapa cara memahami karakter tokoh, diantaranya yaitu lewat :

  1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya
  2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian
  3. Menunjukan bagaimana perilakunya
  4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri
  5. Memahami jalan pikirannya
  6. Memahami bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
  7. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
  8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh lain itu memberi reaksi terhadapnya
  9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lain (Aminuddin, 1982)

Aktor kadang-kadang dihadapkan pada sebuah naskah lakon yang terdapat tokoh dengan karakter ganda. Seperti pada naskah pesta para pencuri. Dalam naskah tersebut pemeran harus berganti-ganti karakter tokoh ketika melakukan penyamaran. Semacam akting dalam akting. Dalam kasus ini dibutuhkan dua analisa tafsir karakter tersendiri dan di panggung aktor harus membawakan dua karakter tokoh secara konsisten dan meyakinkan.

Dalam naskah Raja Lear (Lear King) karya Williem Shakespiere, Tokoh Raja Lear mengalami perubahan karakter pada bagian akhir naskah. Dibutuhkan penjiwaan ekstra untuk memerankan karakter-karakter tokoh seperti ini.

Menurut kedudukannya, karakter dibedakan menjadi 3, yakitu :

  1. Karakter utama : mempunyai porsi terbanyak dalam aksi cerita
  2. Karakter pendukung : yang menciptakan situasi dan memicu konflik bagi karakter utama
  3. Figuran : untuk mengisi atau melengkapi sebuah cerita, kadang tanpa dialog

Untuk karakter pendukung yang jumlahnya banyak tetapi dialognya sedikit, tidak memungkinkan bagi peggambaran karakter secara detail. Terlebih pada pemain figuran yang kolosal dan tanpa dialog. Maka penggambaran karakter berdasarkan pandangan-pandangan umum tentang karakter tokoh tersebut atau bisa juga menggunakan karakter tipikal. Misalnya pengemis adalah tokoh identik dengan mengiba dan pakaian lusuh. Orang tua renta identik dengan jalan tertatih-tatih dengan menggunakan tongkat, dsb.

Jika karakter tokoh dihadirkan untuk memancing konflik, pemeran harus mempunyai kesadaran penuh dalam mengukur seberapa performa karakter harus dikuasai dan ditampilkan di panggung. Jika karakter performa gagal dibawakan atau ditampilkan dengan tepat, maka konflik tidak akan tercipta. Permainan pemeran gagal dalam membawa misi cerita lakon dan pertunjukan akan jadi terasa hambar.

Penonton akan selalu terpikat dalam menanti kemunculan pemeran yang mampu menjaga konsistensi karakternya. Pemeran yang karakternya berubah-rubah timbul dan tenggelam tidak akan menarik untuk ditonton. Kehadirannya terasa seperti orang asing yang tidak mewakili karakter tokoh manapun. Padahal logika dan kekuatan cerita dibangun dengan kekuatan karakter. Jika seluruh pemeran karakternya berubah-rubah maka yang tampak di panggung bukan lagi permainan akting, tapi sekumpulan pemeran yang bermain-main dengan akting. Tidak ada keterlibatan emosi penonton karena tidak ada ruh pertunjukan yang hadir. Dan ini bisa membuat penonton bingung dan mulas.

Sebagai ilustrasi mari kita simak cuplikan dialog dalam naskah pinangan karya Anton P. Chekhov yang telah diadaptasi secara kultural.

FRAGMEN 1

BAGUS

Aku juga tidak tergila-gila pada tanah itu Roro Ayu. Tapi ini adalah prinsip! Kalau kau mau akan kuberikan tanah itu kepadamu sebagai hadiah

RORO AYU

Eee. . . Aku yang bisa memberikan rawa becek itu kepadamu sebagai hadiah karena itu milikku. Enak saja ngomong! Tahun lalu kami meminjamkan mesin giling padi kepadamu. Dan karena itu kami tidak bisa melakukan penggilingan padi sampai bulan November. Dan sekarang kamu berani menganggap kami orang melarat, menghadiahi aku dengan tanahku sendiri. Ini dengan pasti kuanggap sebagai suatu hinaan!

BAGUS

Kalau begitu menurutmu saya adalah lintah darat? Saya belum pernah merampas tanah milik orang lain nona manis, dan saya tidak bisa membiarkan siapapun juga menuduh saya dengan demikian …..

(MEMINUM) Tanah itu adalah milikku!

RORO AYU

Milik kami!

BAGUS

Milikku!

RORO AYU

Bohong! Akan kubuktikan! Hari ini akan kusuruh buruh-buruhku memasang pagar kawat berduri di atas rawa tersebut!

BAGUS

Akan kulemparkan mereka keluar!

RORO AYU

Eeee …. Awas kalau berani!

BAGUS

(MEMEGANG DADANYA) Aduh hatiku ….

Tanah itu adalah miliku….! Mengerti?! Milikku…!!

RORO AYU

Jangan menjerit-jerit! Kau boleh berteriak-teriak sampai kehilangan nafas karena marah di rumahku, bila kau mau. Tapi disini kuminta supaya kau tahu adat.

BAGUS

Kalau saya tidak menderita sesak napas Roro Ayu. Kalau kepala saya tidak berdenyut-denyut, aku tidak akan bicara seperti ini.

(BERTERIAK) Tanah itu adalah…. adalah milikku!!!

RORO AYU

Milik kami!

BAGUS

Milikku!

RORO AYU

Kami…!!!

Mari kita coba kupas tafsir dialog fragmen di atas. Asumsinya hanya ada dialog-dialog tersebut dalam satu naskah.

Analisa tafsir dialog :

Bagus dan Roro Ayu terlibat pertengkaran soal sengketa tanah

Bagus dan Roro Ayu saling klaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya

Bagus merasa terhina dengan tuduhan Roro Ayu

Roro Ayu merasa terhina dengan tuduhan Bagus

Bagus dan Roro Ayu saling menggertak/ mengancam karena marah

Bagus menderita sakit sesak nafas dan kepala berdenyut-denyut

Bagus dan Roro Ayu saling membenci

Tafsir Karakter :

Bagu : Keras kepala, kokoh memegang prinsip

Roro Ayu : Keras kepala, kokoh pertahankan hak

Selanjutnya mari kita simak lanjutan cuplikan dialog berikutnya.

FRAGMEN 2

COKRO

Penjahat, orang konyol! Dan si tolol itu … Si Bagus jelek itu … Berani melamar dan seterusnya … Pikirlah … Melamar!

RORO AYU

Melamar Apa?

COKRO

Dia datang ke sini dengan tujuan melamar kamu, Itulah!

RORO AYU

Melamar…. saya? Mengapa ayah tidak katakan dari tadi?

COKRO

Ya, Melamar. Dan untuk itulah dia datang berpakaian demikian bagus.

RORO AYU

Melamar… saya? Melamar? … Aaahh … (JATUH) Oh… Demikianlah hidupku… Bawa dia kembali … Bawa dia kembali ….. Oh, bawa dia kembali lagi…..

COKRO

Bawa dia kembali? Siapa?

RORO AYU

Lekas Ayah, Aku mau pingsan…. bawa dia kembali …!

COKRO

Mengapa? Ada apa? (MEMEGANG KEPALA) Oh… demikianlah hidupku….! Akan kugantung diriku…! Hidupku akan berakhir karena kau …. Aduh, kenapa dulu istriku dulu melahirkan anak perempuan?!

RORO AYU

Aku mau mati! bawa dia kembali! bawa dia kembali …!

 

Mari kita simak kembali dialog-dialog pada fragmen 1, beberapa kode/ petunjuk telah dihadirkan pengarang meski terasa samar dan terkesan tidak begitu penting. Kode/ petunjuk itu terdapat pada dialog-dialog Bagus, antara lain :

  • Bagus : …… dan saya tidak bisa membiarkan siapapun juga menuduh saya dengan yang dmikian …. (Meminum) ……
  • Bagus : (Memegang dadanya) Aduh hatiku …..
  • Bagus : Kalau saya tidak menderita sesak nafas …. Kalau kepala saya tidak berdenyut-denyut ….

Kalimat-kalimat Bagus dan keterangan yang ada dalam narasi tersebut adalah kode/ petunjuk dari pengarang yang akhirnya terkuak pada fragmen 2 pada dialog.

  • Cokro : Dia datang kesini dengan tujuan melamar kamu, Itulah!

Lantas apa kaitan antara kode/ petunjuk tersebut dalam pemeranan karakter tokoh Bagus? Jika pemeran tidak menganggapnya sebagai kode/ petunjuk, alias hanya sekedar sebuah gaya penuturan dialog oleh si pengarang saja, maka yang terjadi adalah pemeran akan menampilkan akting di panggung sebagaimana sesuai tafsir dialog fragmen 1, yaitu terhina, marah, menggertak, sakit dan “benci”, padahal :

  • ketika kalimat Bagus terhenti lalu minum, adalah upaya Bagus untuk menekan dan menindas perasaan cintanya kepada Roro Ayu manakala kalimat Roro Ayu terasa menghinanya. Dengan minum itu, Bagus berusaha untuk mengembalikan kekokohan hatinya dalam memegang prinsip dan agar sanggup berkata lebih tegas dan lantang kembali : “Tanah itu Milikku…!”
  • Ketika bagus memegang dadanya saat mengcuapkan “Aduh hatiku”, Bagus sedang mengalami konflik batin saat Roro Ayu yang dicintainya itu berkata keras “Awas kalau berani!”. Dengan memegang dadanya, Bagus kembali berusaha menindas rasa cintanya yang lagi-lagi muncul agar bisa kembali berkata dengan lantang “Tanah itu adalah milikku! Mengerti?! Milikku!”
  • Bagus sedang tidak menderita sakit sesak nafas meski dia mengatakan begitu dalam dialognya. Sesak nafas itu hanyalah ungkapan untuk menggambarkan betapa gejolak konflik batinnya demikian berat untuk dia redam, ini adalah soal derita batin, bukan sesak nafas. Begitu pula tentang kepala bagus yang terasa berdenyut-denyut adalah ungkapan untuk menggambarkan betapa bingungnya dia menghadapi situasi seperti ini. Betapa tidak, tujuan utama Bagus datang ke rumah Roro Ayu adalah untuk melamar. Bagus datang dengan membawa segudang cinta untuk Roro Ayu, tapi ternyata rasa cintanya itu seperti terperangkap dalam pusaran arus pertikaian, persengketaan yang menghempas-hempas tak karuan.

Dengan analisis seperti tersebut diatas. Ketika fragmen 1 dan fragmen 2 digabungkan, maka tafsir dialognya ada yang berubah. Bagus dan Roro Ayu saling mencintai (bukan saling membenci), juga Bagus tidak sedang menderita sakit sesak nafas dan kepala berdenyut-denyut. Karena lelaki yang sedang sakit tidak akan datang melamar perempuan. Maka baik pemeran tokoh Bagus dan Roro Ayu ketika menampilkan perannya di atas panggung harus menampilkan dua perasaan/ emosi yang saling bertentangan pada saat yang bersamaan. Karakter-karakter tokoh seperti ini juga terdapat pada naskah Anton P. Cekhov yang lain yang berjudul Orang Kasar/ Beruang Penagih Huatng.

Catatan yang bisa kita ambil adalah dibutuhkan kecerdasan dan kepekaan rasa ketika memahami dialog-dialog tokoh agar mampu menafsir dialog dan manafsir karakter dengan tepat, sebagaimana kecerdasan pengarang dalam menyelipkan kode atau petunjuknya lewat penuturan dialog dalam naskah yang ditulisnya.

Konsep Musik Teater

P1010272.JPGKONSEP MUSIK PADA PERTUNJUKAN TEATER

Oleh Dody M. Kholid, S.Pd, M.Sn

Musik adalah salah satu bidang seni yang mengolah bunyi dan jeda ( hening ) sebagai bahan bakunya. Bunyi bukan hanya diolah secara kerangka harmoni dan alur melodi saja, akan tetapi juga tentang pola ritmis, tempo, ekspresi dan jeda atau diam tanpa bunyi merupakan unsur dari pengolahan musik. Musik bukan saja komposisi yang selalu utuh disajikan secara mandiri atau disajikan secara khusus untuk kepentingan musik, akan tetapi musik bisa saja dikolaborasikan dengan cabang seni lainnya. Salah satu bentuknya adalah dengan pengkolaborasian bersama seni peran atau teater, yaitu bentuk pertunjukan panggung dari akhir zaman pertengahan.

Dalam pertunjukan teater maupun Tari, musik sangatlah erat kaitannya, sehingga ada yang menyebutkan pertunjukan teater atau tari dengan didukung aktor dan penari  yang baik pun akan masih terasa “hambar” jika tidak didukung oleh penataan musik yang sesuai dengan konteks cerita yang disajikan. Musik pada pertunjukan teater sejak kemunculannya hingga sekarang masih menjadi polemik. Terjadinya polemik dikarenakan pada setiap pembicaraan tentang teater, orang tidak banyak yang menyinggung tentang keberadaan musik dalam teater. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang yang beranggapan bahwa pertunjukkan teater adalah pertunjukan seni peran, yang didalamnya hanya menceritakan tentang satu alur cerita saja. Anggapan seperti itu tentu saja sangat menyempitkan arti teater itu sendiri, karena pada intinya pertunjukan teater adalah peertunjukan dari gabungan antara semua unsur seni ( peran, musik, tari, rupa dan sastra ), yang semua itu memerlukan pemikiran dan keselarasan pada naskah yang akan dipentaskan.

Salah satu contoh pada proses penggarapan musik misalnya, sejak seorang komposer musik teater dan tari mendapatkan ide untuk menggarap musik, maka ide tersebut pertama kali harus dipertimbangkan menyangkut proses realisasinya. Seorang komposer musik harus mempelajari tentang sejarah pada zaman apa naskah itu diceritakan, kemudian alat apa yang akan digunakan untuk mewakili ide musikal yang sesuai dengan adegan-adegan tiap bagian, dan yang paling utama bagaimana cara menggarap komposisi yang sesuai dengan naskah yang akan dipentaskan. Oleh karena itu, harus dilakukan eksplorasi dengan berpatokan pada ketepatan antara hasil proses pengolahan bunyi dengan ide yang dimaksud atas dasar keselarasan pada naskah.

Komposisi musik yang akan digarap harus bertitik tolak dari konsep yang jelas, artinya musik tetap harus berpatokan pada naskah yang akan dipentaskan, sehingga akan tercipta suatu integritas dari semua unsur seni yang ada, yang dipentaskan melalui pertunjukan teater maupun tari.

Keberadaan Musik dalam Teater

Keberadaan musik pada teater dan tari sangatlah penting, karena selain berpengaruh terhadap aktor dan penari ( emosi aktor dan penari dapat dicapai melalui musik ), juga berpengaruh terhadap emosi penonton dalam menuntun atau mengapresiasi sebuah karya teater.

Musik untuk teater pada penggarapannya sangatlah bebas bentuknya, dalam arti musik disesuaikan dengan adegan pada naskah. Meskipun demikaian, musik pada teater bukanlah sekedar musik “pelengkap” yang hanya berfungsi sebagai “pengekor” pada naskah. Pada proses penggarapan musik harus selalu ada kesepakatan antara seorang penata musik, sutradara dan pemain tentang kesesuaian musik dengan adegan atau sebaliknya, adegan yang menyesuaikan terhadap musik. Musik pada pertunjukan teater memang bukan untuk disajikan untuk keperluan pementasan musik, melainkan satu kesatuan yang berfungsi sebagai media untuk memperkuat dalam pengungkapan apa yang dimaksud dari naskah yang akan dipentaskan. Salah satu contoh, terdapat sebuah adegan yang tidak bisa atau tidak mungkin digambarkan secara visual oleh aktor atau penari, maka musik yang memungkinkan untuk mengungkapkan atau menggambarkan dalam bahasa musik tentang apa yang dimaksud oleh adegan tersebut, dalam hal ini penata musiklah yang harus berperan.

Musik pada pertunjukan teater  dan tari pada dasarnya berfungsi sebagai “penguat” sebuah cerita yang terdapat pada naskah. Namun, pada kenyataannya musik pada teater bisa berfungsi lebih dan berperan sangat penting. Terdapat beberapa fungsi tentang tentang peranan musik sebagai ilustrasi pada pertunjukan teater, yaitu :

Musik Pembuka ( Overture )

Berfungsi untuk memusatkan perhatian penonton pada pertunjukan yang akan     disajikan, sekaligus memberitahukan bahwa pertunjukan akan dimulai. Oleh karena fungsinya untuk memusatka perhatian penonton, maka komposisi musik pembuka harus dapat menarik perhatian penonton.

Musik Penutup

Musik yang berfungsi untuk memberitahukan penonton bahwa pertunjukan telah selesai. Musik penutup ini memungkinkan sekali terjadi kesamaan bentuk komposisinya dengan musik pembuka atau dengan musik lainnya.

Musik Pergantian Babak

Setiap pergantian babak pada pertunjukan teater alangkah baiknya dan senantiasa diciptakan komposisi musik yang relatif pendek. Komposisi musik ini berfungsi untuk menjaga stabilitas emosi penonton dalam menghantarkan suasana ke babak selanjutnya, selain berfungsi juga sebagai persiapan pada aktor dan stage crew.

Musik Ilustrasi

Musik yang berfungsi membantu mengungkapkan suasana batin aktor dalam penokohan yang ada dalam cerita pada babak atau adegan tertentu. Komposisi musik ini harus bisa membantu aktor dalam mengungkapkan ini hati si aktor, oleh karenanya proses dialog dan kesepakatan antara aktor dan penata musik sangat diperlukan.

Musik Sound Track

Sebuah komposisi musik yang biasanya berbentuk lagu atau nyanyian dengan teks yang tema dari lagu atau nyanyian tersebut menjadi tema utama atau pokok dalam cerita.

Musik Theme Song

Musik Theme Song adalah musik yang diilhami oleh tema-tema yang dianggap penting dalam sebuah cerita. Musik ini bisa membawakan beberpa karakter sesuai dengan tema adegan pada sebuah cerita dan kadang-kadang disajikan dalam bentuk instrumen.

Musik Penokohan

Komposisi musik yang digarap khusus sebagai ciri khas dari kemunculan seorang tokoh. Musik ini harus bisa menjelaskan dan menggambarkan karakter tokoh yang muncul, sehingga penonton akan tahu bahwa dengan dimainkannya musik tersebut berarti akan muncul tokoh yang menjadi ciri daripada musik tersebut.

Musik Aksentuasi

Berfungsi untuk memperjelas maksud dari gerakan aktor. Meskipun pada kenyataanya suatu gerakan manusia tidak berbunyi secara jelas, misalnya ketika dalam sebuah cerita seseorang dikisahkan memukul lawannya, untuk memperjelas gerakan tersebut maka dipertebal dan diperjelas melalui musik aksentuasi.

Musik Setting

Musik yang menyajikan tau mengungkapkan tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa. Salah satu contoh misalnya peristiwa malam hari disebuah hutan atau disuatu pedesaan, musik mempunyai peranan penting untuk mengungkapkan keadaan tersebut secara auditif melalui bunyi-bunyi asosiatif atau kreatif tentang suasana tersebut. Secara teknis iringan musik ini harus ada kesinambungan antara suasana, gerak dan musik.

Musik Pelebur Emosi

Artinya menghancurkan atau membuyarkan emosi yang telah terbimbing dari adegan-adegan sebelumnya, kemudian dilebur secara sengaja agar penonton sadar bahwa yang mereka lakukan hanyalah sebuah sandiwara.

Keberadaan dan peranan musik pada pertunjukan teater sangatlah penting, sehingga pementasan teater akan terasa tidak “hidup” tanpa unsur-unsur musikalitas. Hal itu dikarenakan bahwa musik bukan hanya sekedar pengolahan bunyi yang harmonis saja, tetapi didalam musik terkandung juga irama, ritmis, dinamik, tempo, rasa serta jeda. Segala bentuk bunyi dan jeda atau diam tanpa bunyi, ketika itu sudah diolah dan digarap oleh manusia, maka hal itu menjadi sebuah komposisi musik. Manusia yang sedang berbicara dengan tempo dan dinamik yang teratur ataupun tidak, warna suaranya, intonasi, frase dan ketepatan “timming”  ketika terjadi dalam dialog teater , secara tidak langsung semua itu harus dengan perasaan, pemikiran, tindakan, dan semua itu merupakan bagian dari komposisi musik Musik ada pada diri dan kehidupan kita, pada denyut nadi, jantung, langka-langkah manusia dan berbagai hal yang dilakukan manusia.

Teater bisa jalan tanpa alat musik, tetapi tidak mungkin hidup unsur tanpa musikal.

Pentas Produksi Teater Gadhang ke-25

Pentas Produksi Teater Gadhang ke-25 (Rumah Sakit Jiwa : N. Riantiarno) …. kami membutuhkan orang yang berkarya, selebihnya kita kerjakan bersama …. Dengan bangga Kelompok Kerja Teater Gadhang kembali mempersembahkan pentas produksi yang ke-25 dengan judul naskah RSJ (Rumah Sakit Jiwa) karya N. Riantiarno. Pentas kali ini akan diselenggarakan pada tanggal 3 Oktober 2017 di…

melalui Pentas Produksi Teater Gadhang ke-25 — KAUM MINOR

MENGETAHUI TENTANG AKTOR DAN PERANNYA

 

 

Proses teater merupakan sebuah dialogis dari beberapa elemen, diantaranya sutradara dan aktor. Dialogis tersebut pada dasarnya bertumpu pada serangkaian kreativitas untuk menghubungkan naskah dengan wilayah pertunjukan atau panggung dengan mengikuti kaidah-kaidah seni pertunjukan teater itu sendiri, sedapat mungkin proses dialogis dalam bentuk pengemasan harus berpatok pada kemudahan komunikasi dengan penonton sehingga teater tidak lagi menjadi kesenian yang berjarak dari masyarakat. Ada 4 unsur yang mengusung terciptanya sebuah teater yaitu naskah, pemain (aktor), tempat pertunjukan dan penonton.

Aktor atau seniman pemeranan adalah seniman yang mewujudkan peran (sosok- sosok pelaku di dalam sebuah cerita atau lakon) ke dalam realita seni pertunjukan. Sebagai seniman ia tidak bisa lepas dari unsur unsur kemanusiaan yang umum, juga dan fungsinya sebagai manusia utuh dalam lingkungan serta tata nilai tempat ia hidup dan berkarya.

Aktor sebagai seniman penampil dalam sebuah karya/garapan harus bisa meyakinkan penonton terhadap apa yang disampaikannya sehingga pesan yang disampaikan oleh sutradara dapat sampai kepada penonton dan dapat dengan mudah di mengerti, hal itu dapat diwujudkan dengan penghayatan dan keseriusan peran yang ditampilkan oleh aktornya akan tetapi seringkali aktor tidak bisa menyampaikan pesan yang tersirat dalam naskah lakon karena peran yang dimainkan hanya sebatas “menjalankan peran” tidak dengan penghayatan dan keseriusan dan tingkat kualitas akting yang diperlihatkan kurang bisa “menghanyutkan penonton dalam suasana naskah lakon”. Hal itu bisa disebabkan karena aktor kurang serius dalam latihan dan tidak mengasah bakat yang ada dalam dirinya . Dalam sebuah teater bakat memang di perlukan, tapi penguasaan tekhnik bermain bisa menutupi kekurangan dalam hal bakat , artinya meskipun seorang aktor kurang memiliki bakat tetap dapat bermain teater dengan cara berlatih secara terus menerus dengan penghayatan dan menguasai tekhnik bermain.

Aktor atau seniman pemeranan adalah seniman yang mewujudkan sebuah peran ke atas panggung yang berangkat dari naskah lakon yang di garap oleh sutradara . Keberadaan seorang aktor di tengah kegiatannya sebagai seniman penampil ,tergantung pada 3 unsur pokok yaitu ‘aktor dan dirinya’, ‘aktor dan lakon’, ‘aktor dan produksi’. Pengertian aktor dan dirinya mengarah pada posisinya dalam seni peran , di mana media dalam seni peran adalah diri aktor itu sendiri ,yang di maksud dengan diri pemeran di sini adalah tubuh dan segala sukma yang berasal dari diri aktor seperti semangat ,imajinasi ,daya ingat,konsentrasi dan lain sebagainya . Aktor dan lakon mengarah pada posisi aktor dan lakon yang di mainkannya .

Sebagai aktor ,tentu saja masalah penampilan ,bakat atau keterampilan (akting ) sangat di butuhkan untuk menunjang kualitas sebuah pertunjukan karena dengan akting yang bagus pertunjukan yang di tampilkan memiliki kualitas yang baik .

Akting (peran berasal dari kata ‘to act’ yang berarti “beraksi”. Akting dalam konteks ini adalah perpaduan antara atraksi fisikal (kebertubuhan), intelektual(analisis karakter dan naskah) dan spiritual(transformasi jiwa).[1]

Tugas utama seorang pemeran adalah  membawakan peran lakon sesuai dengan porsi yang tersedia untuknya, laku pentas yang membawa kejelasan ,hanya bias di capai jika si pelaku berada dalam stamina yang baik ,penuh vitalitas hingga peran yang di bawakannya terpegang,terkuasai ,tidak kedodoran dan tidak kehabisan nafas . Laku pentas yang memperlihatkan pengembangan , hanya tercipta dari dorongan rasa terdalam yang di miliki oleh aktor ,yang berasala dari pengalaman pengalaman yang pernah di alami ataupun di temui oleh aktor itu sendiri.

Pertunjukan yang mempunyai kualitas yang baik tentu lahir dari garapan yang sempurna , ide ide cemerlang yang di berikan oleh sutradara di dalam garapan lakon dan di tunjang dengan kualitas akting seorang aktor , tapi sekarang untuk menemukan seorang aktor yang mempunyai kualitas acting yang mumpuni sangat susah di temukan . kualitas pemeranan seorang aktor di atas pentas sangat di tunjang dari hal hal berikut :

  •       Penampilan fisik

Penampilan fisik dari seorang aktor sangat menunjang kualitas keaktoran di mana struktur fisik yang baik ,gesture yang bagus ,tipe watak atau attitude sangat berpengaruh dan menunjang kualitas seorang aktor , dalam hal ini para aktor dengan penampilan yang biasa mengejar pelukisan kondisi fisik peranannya dengan berbagai cara yang meyakinkan , dengan cara tambal sulam melalui sikap/gestur dan teknik pemeranan. Seorang aktor perlu menjalani latihan latihan secara kontinyu atau berkelanjutan untuk bisa menjaga kelenturan kelenturan tubuhnya ,melatih vokalnya karena gerakan apapun yang di lakukan di atas pentas haruslah memberi kemungkinan bagi perkembangan daya kreatif aktor tersebut . Kemampuan aktor di batasi oleh kemampuannya menampilkan laku laku tertentu dalam hal bidang yang di kuasai maupun hanya sekedar tahu tentang bidang itu , seperti seorang yang tak bisa atau tidak tahu tentang silat tidak mungkin memainkankan peran sebagai seorang pendekar silat karena pasti merusak karakter peran yang ada dalam naskah lakon dan tentunya tidak meyakinkan penonton terhadap peran yang di mainkannya .

Hakikat seni peran adalah meyakinkan(make believe). Jika berhasil meyakinkan penonton bahwa apa yang tengah di lakukan aktor adalah benar, paling tidak, itu sudah cukup.ada beberapa harga dari permainan , disamping yang meyakinkan (justified) dan benar itu, yakni pura pura, meniru, atau/dan tidak meyakinkan. Yang tidak meyakinkan , tentu kurang benar. Pura pura juga tidak baik, dalam hal meniru, jika meyakinkan tidak apa apa. Intinya, sekali lagi, permainan harus meyakinkan penonton[2]

  •        Penampilan emosi dan intelegensi

Kekuatan emosi yang di bangun oleh seorang aktor sangat menunjukkan kualitas dari seorang aktor , aktor yang bisa mengontrol dan menghadirkan emosi yang sesuai dengan adegan akan memperoleh suatu pertunjukan yang bagus dan dapat meyakinkan penonton tentang adegan yang sedang di tampilkannya . Sikap/attitude, gesture, respons terhadap ucapan dan tekanan maupun reflex reflex terhadap suatu perubahan sangat erat dengan emosi dan intelegensi peranan, dan harus terpencar dalam membawakan lakunya . Karena itu secara logis pula seoran aktor harus memiliki penguasaan emosi dan intelektualitas yang tinggi minimal mampu mengekpresikan kedua unsur itu sesuai dengan tuntutan peran yang di bawakannya .

Tidak semua pemeran dapat membawakan segala macam peranan. Tapi seorang aktor dengan bantuan sutradara harus bisa menetukan standar kejelasan perwatakan peran peran yang di bawakannya. Seorang aktor pemula harus mengerahkan segala pengertian, kepekaan dan keterampilannya, ia tidak akan berhasil membawakan watak yang berada di luar acuan kemampuan emosi dan intelegensinya.[3]

  •        Penampilan kata-kata dan dialog

Seorang aktor yang baik adalah aktor yang dapat mengontrol pengucapan kata kata atau dialog yang ada dalam naskah lakon dengan baik , ketepatan pengucapan dialog ,pengaturan intonasi dengan baik sangat menunjang sebuah pertunjukan karena sebuah kemampuan vokal yang baik bagi seorang aktor adalah syarat agar bisa memainkan peran secara proporsional. Dengan laku vokal, aktor di tuntut untuk dapat menyampaikan informasi perannya. Juga menampilkan gagasan menjadi perwujudan watak watak yang nyata, dalam penyampaian informasi atau gagasan di perlukan artiukulasi yang jelas sehingga penonton dapat mengerti terhadap apa yang di sampaikan oleh aktor tersebut.

Artikulasi merupakan alat paling ekspresif dari perasaan seorang aktor tentang suasana hati dan situasi sosial di sekitarnya. Di sini, hubungan antar otot dengan apa (what) yang di katakana dan bagaimana (how) mengatakannya, adalah satu kesatuan ekspresi gestur yang kompleks. Artikulasi bunyi yang di tampilkan oleh scenario adalah hal hal penting bagi aktor untuk memasuki seluk beluk karakter dan alur ceritanya. Dari sini, seorang aktor mulai mengerti diksi ( cara berbahasa atau berbicara), tempo, ritme,gestur vocal, gesture fisik dan semua unsur pemeranan yang ideal untuk membawakan perannya.[4]

Secara tekhnis kontrol suara seorang aktor sangat erat dengan kondisi fisik dari mentalnya, disamping keterampilan mengatur alat alat suara itu sendiri. Pengaturan volume, nada, tekstur, tempo dan diksi pada saatnya merupakan alat ekspresi yang utama. Kemampuan menafsirkan suatu peranan akan di batasi oleh kualitas suara si pemeran dan fasilitas yang di dapatkannya.[5]

  •        Penggunaan unsur ruang

Ruang pentas tempat seorang aktor bermain merupakan media ekspresi tanpa batas yang bisa di gunakan untuk mengembangkan imaji teater , karena ia mendayagunakan bahasa ruang . Aktor yang pintar adalah aktor yang dapat memanfaatkan ruang dengan seefektif mungkin . Teknik penampilan si aktor harus efektif tidak saja bagi penampilan dirinya dan peranan yang di bawakannya , tapi juga bagi media yang di pakainya, di panggung atau dalam bingkai layar. Tekhnik pemeranan adalah keterampilan dengan mana si pemeran menggabungkan peralatan seninya untuk menciptakan respons emosional dan intelektual sehingga tercapai suatu suasana/atmosfir tertentu

 

Bobot Peran

Yang di maksud dengan bobot peran adalah intensifikasi pengembangan watak watak dan suasana. Dalam hal ini pemeran harus mempertaruhkan segala kemampuan dan daya kreasi yang di dorong oleh intuisi keseniannya. Unsur daya tarik pribadi besar pula peranannya di sini[6]

Dalam seni drama bobot peran ini adalah ukuran/nilai yang mengisi dan menghidupkan suatu peran. Untuk sampai pada bentuk peran kita harus melalui suatu proses latihan/pencaharian yang terus menerus dan intensif , di mana seorang pemeran harus mengkaji hubungan hubungan diri pemeran dengan bentuk lakon, nilai-nilai di balik bentuk, mencari identifikasi peran melalui pengamatan-pengamatan pada lingkungan, melalui diskusi-diskusi maupun latihan penerapan, penggalian pada diri sendiri serta serangkaian percobaan dalam bentuk kerja ensamble.

Seorang yang tidak mempunyai bakat terhadap akting dalam sebuah teater tetap bisa bermain teater yakni dengan cara giat berlatih dan berusaha mengasah kemampuan yang di milikinya. Ada seorang aktor yang aktingnya bagus, tapi itu terjadi sebelum dia mengetahui tekhnik/teori akting. Begitu dia diberi tahu tentang tekhnik dan teori bermain teater mainnya menjadi jelek. Itu di karenakan dia tidak mengawinkan atau menggabungkan tekhnik bermain dengan bakat teater yang di milikinya . Bakat adalah anugerah, sedang tekhnik hanya alat . jika bakat sudah menemukan jawabannya maka tekhnik diperlukan lagi . Tujuan dalam seni peran dan akting adalah meyakinkan dan di wujudkan dengan penuh keindahan.

Dalam berakting, seorang aktor dilarang berpura-pura. Dia harus menciptakan kebenaran (justifikasi) peran. Ketika bermain sebagai orang gila, dia harus “benar-benar” menjadi orang gila. Seorang aktor harus sesunguhnya menjadi peran itu sehingga penonton yakin bahwa dia memang tokoh yang sedang diperankannya itu.[7]

Hal yang terpenting yang harus dilakukan aktor dalam menunjang bobot peran adalah konsentrasi dimana konsentrasi adalah memfokuskan pikiran ke satu objek. Dalam berkosentrasi, kepekaan si aktor dapat mengalir bebas menuju satu titik atau bentuk tertentu. Di sini seorang aktor harus punya pusat perhatian yang bisa menembus ruang dan waktu. Imajinasi, kerja sama aktor terutama dengan lawan main dan alat-alat panggung, dan mengoptimalkan momentum yang ada.

 

Aktor merupakan elemen penting dari sebuah garapan, sebuah garapan akan terasa hidup jika aktor-aktornya memainkan peran dengan baik, sebuah garapan bisa hidup tanpa sutradara tapi mustahil sebuah garapan berjalan tanpa adanya seorang aktor (Arifin C Noer). Jelaslah bahwa aktor adalah sesuatu yang sangat menunjang dari sebuah pertunjukan, aktor merupakan “mesin” penggerak dari sebuah pertunjukan. Tentunya sebuah garapan pertunjukan teater akan berjalan baik dan bagus bila aktornya memiliki kemampuan peran (akting) yang bagus.

Akting adalah suatu seni peran di mana kita bisa menghidupkan sebuah peran sesuai dengan kebutuhan saat ini, Dengan akting kita bisa meyakinkan penonton bahwa hal yang kita lakukan di atas pentas seperti selayaknya atau tidak terasa di buat-buat . Akting satu orang dengan orang lainnya pasti berbeda tergantung dari bakat yang di miliki tapi apabila seorang aktor tidak memiliki bakat terhadap akting bukan berarti dia tidak bisa main teater. Seorang yang tidak memiliki bakat bisa memainkan peran dengan baik dengan cara berlatih dengan sungguh-sungguh dan secara kontinyu (terus-menerus).

Ada dua unsur penting untuk menghadirkan suatu peran di atas pentas. Pertama, peran yang yang di masukkan ke dalam diri dan unsur ini tidak tampak sebab berada di dalam diri seorang aktor. Kedua, adalah unsur yang tampak dan terdengar. Kalau yang pertama saja yang berhasil diraih, maka sang aktor hanya tampil dalam taraf kerasukan saja. Memang penonton bisa merasakan kehadiran sang peran, tapi juga akan dibuat bingung oleh imaji audio visual yang salah.[8]

Tugas seorang aktor adalah menjembatani antara cerita dengan penonton. Orang boleh menilai tetapi aktor tidak, tetap saja dia harus bermain dengan bagus. Cerita bagaimana pun seorang aktor harus tetap bagus bermain. Tidak ada hubungannya dengan cerita. Mewajarkan dialog adalah cara seorang aktor merefleksikan lingkungannya yang sedang terjadi . Akting adalah sekarnag dan masa kini. Kita bukan orang yang berpidato, biarkan saja penonton yang mencari pemaknaan. Dialog akan wajar bila di tunjang oleh pikiran dan perasaan. Lebih di tekankan pada membuat percaya atau tidak percaya pada apa yang dilakukan oleh aktor.

DAFTAR PUSTAKA

Anirun, Suyatna.1998. Menjadi aktor. Bandung: Rekamedia Multiprakarsa.

Riantiarno, Nano. 2011. Kitab Teater. Jakarta: Grasindo

Petet, Didi. 2006. Acting. Bandung: rekayasa sains

Aradea, Nandang. 2009. Akting. Banten: Berjaya buku

 

[1] Didi Petet, Acting. (Bandung: Rekayasa Sains Bandung, 2006 ), 03

[2] N.Riantiarno,kitab teater, (Jakarta:Grasindo,2011),107

[3] Suyatna Anirun,menjadi aktor, (Bandung:Rekamedia multiprakarsa,1998),45

[4] Didi Petet,acting, 72

[5] Suyatna Amirun,menjadi aktor, 46

[6] Suyatna Anirun,menjadi aktor, 139

[7] N.Riantiarno, kitab teater, 114

[8] Nandang Aradea, Akting, (Banten: Berjaya buku: 2009), 51  

 

Apa yang harus dilakukan agar menjadi aktor yang baik?

Hakiki seni peran adalah meyakinkan. Jika berhasil meyakinkan penonton bahwa apa yang tengah dilakukan aktor benar, itu sudah cukup. Ada beberapa harga dari pemain, disamping yang meyakinkan dan itu benar, yakni pura – pura, meniru atau/dan tidak meyakinkan. Yang tidak meyakinkan, tentu kurang baik. Pura – pura juga tidak baik. Dalam hal meniru, jika meyakinkan tidak apa – apa. Intinya sekali lagi permainan harus mampu meyakinkan penonton.

Alat actor adalah tubuh / raga dan sukmanya. Itulah yang harus terus menerus di asah dan dilatih agar siap dalam menghadapi, menggali dan memainkan peranan. Untuk itu ada beberapa langkah dan tahapan yang harus diperhatikan.

 

  1. Melatih Kelenturan Otot – otot Anggota Tubuh.
  2. Leher-mata (ekspresi) mulut.
  3. Tangan ( jari – jari, pergelangan, lengan dan bahu).
  4. Kaki (pergelangan lutut – tungkai – langkah).

 

  1. Melatih Pernafasan.
  2. Bernafas dengan benar dan terkontrol adalah pemupukan energi kreatif.

 

  1. Membaca (kejelasan kata,suku kata dan huruf mati).
  2. Mengeja huruf hidup (A-I-U-E-O)

 

Kemudian Empat Langkah Menuju Penciptaan :

  1. Melatih suara/vocal.
  2. Pengasaan alat ucap (eja, baca, paham, arah, rasa, cipta)
  3. Mengasah daya penyampaian (artikulasi).
  4. Memahami pengertian ‘suratan’ dan ‘siratan’.
  5. Memperpeka ‘daya keahadiran/appearance’ (factor X).

 

Berikutnya Empat Langkah Menuju Tahu dan Mengert (Pemahaman).

  1. Mengetahui, mempelajari dan memahami sejarah teater dan sejarah budaya (dunia dan Indonesia).
  2. Menyerap pengetahuan umum.
  3. Prestasi (mengarahkan dan ungkap/daya penyajian).
  4. Mengasah kemampuan menganalisa dan mnyimpulkan.

 

Untuk Pengembangan wawasan Diperlukan :

  1. Membaca.
  2. Memperhatikan (menyerap).
  3. Berbicara (mengutarakan perasaan, pikiran dan pendapat).
  4. Menganalisa ( menyimpulkan).

 

Selanjutnya Enam Langkah Menuju Siap Sukma :

  1. Konsentrasi dan fokus.
  2. Observasi dan penyerapan (lingkungan-suasana-waktu).
  3. Imajinasi (lingkungan-benda-suasana-waktu-peristiwa-kenangan)
  4. Penghayatan (pemahaman, berkisah dengan cara berbeda).
  5. Pembangunan karakter peranan (analisa-pengadeganan-jalianan-latar belakang motivasi)

Jika langkah – langkah itu sudah tearjalankan tapi masih juga ada hambatan, maka hal itu bisa terjadi karena :

  1. Kurang berlatih.
  2. Kurang memahami.
  3. Kurang konsentrasi.
  4. Kurang energi.
  5. Kurang motivasi.
  6. Kurang bakatnya.

 

Apabila langkah – langkah di atas dianggap terlalu kompleks dan rumut, terutama lantaran disampaikan dalam bahasa yang sangat sederhana, maka cukup diambil langkah – langkah sederhana sebagai berikut :

  1. Calon actor harus melatih seluruh anggota tubuhnya.
  2. Calon actor harus tekun melatih kepekaan dan kemampuan daya ingat konsentrasi-pengamatan-imajinasi-ekspresi.
  3. Calon actor harus banyak membaca, mendengar dan melihat.
  4. Calon actor harus rendah hati, disiplin, terbuka, punya tanggung jawab, menghargai orang lain dan jujur.
  5. Calon actor harus tidak bosan belajar.

 

Apakah untuk jadi seorang aktor diperlukan bakat?

Bakat memang perlu, tapi penguasaan teknik bermain bisa menutupi kekurangan dalam hal bakat. Sesungguhnya sulit untuk mengukur bakat dalam waktu yang singkat. Diperlukan kepekaan yang bijaksana dalam menilai ada tidaknya bakat seseorang.

Bakat, bagaimanapun harus diasah. Jika tidak, ibarat pisau, bakat akan berkarat dan tidak siap untuk memerankan peranan.

 

Seandainya tidak berbakat, bisakah seseorang bermain teater?

Meskipun tidak punya bakat, seseorang tetap bisa bermain teater asal ma uterus menerus berlatih. Oleh karena itu, actor bisa bermain beradaskan bakat atau teknik bermain. Kalau hanya mengetahui teknik/teori permainan, mungkin tempatnya adalah guru acting. Tapi kalau memang punya bakat besar dan memilih acting sebagai pilihan utana dan hidupnya, sampai rtua pun dia tetap bertahan. Kedua bekal itu bisa dimanfaatkanuntuk jadi modal acting. Tapi bakat besar pun, kalau tudak dilatih akan percuma.

Ada seorang actor yang aktingnya bagus, tapi itu terjadi sebelum dia mengetahui teknik/teori acting. Tapi begitu dia diberitahu teknik/teori bermain teater, mainnya menjadi jelek. Mengapa begitu? Karena dia mengawinkan teknik dengan bakat yang sudah dia miliki sebelumnya. Bakat adalah anugerah, sedang teknik hanya alat. Jika bakat sudah menemukan jawabannya, maka teknik tak diperlukan lagi. Tujuan dari seni peran/acting adalah “meyakinkan” dan diwujudkan dengan penuh “keindahan”,sesederhana itu.

 

Apakah yang doimaksud dengan ‘posisi tubuh” seorang actor?

Secara garis besar, posisi tubuh seorang pemain diatas panggung dibagi menjadi 8 (delapan) bagian. Bayangkan jika kamu menghadap keoarah kursi penonton/auditorium, lalu tarik garis melingkar dengan kedua kaki dimana kamu berdiri menjadi titik pusatnya!

Jika kamu menghadap kedepan, itu disebut posisi ‘Menghadap Kedepan’ atau full front. Berputar kekiri setengah kali 45 derajat, disebut ‘3/4 Terbuka Kiri’. Berputar lagi hingga kesamping kiri disebut ‘Profil Kiri’. Jika kamu berputar lagi kebelakang setengah kali 45 derajat, disebut ‘1/4 Terbuka Kiri’. Jika penuh menghadap kebelakang, itu disebut ‘Menghadap Kebelakang atau Full Back’. Kamu berputar kedepan setengah kali 45 derajat, disebut ‘1/4 Terbuka Kanan’. Berputar lagi hingga menyamping disebut ‘Profil Kanan’. Apabila berputar lagi setengah kali 45 derajat, disebut ¾ Terbuka Kanan’. Sampai akhirnya posisi kamu kembali Full Front lagi!.

Itulah yang disebut dengan posisi tubuh seorang actor.

Apa guna posisi itu? Dalam keseharian, kita selalu mengubah posisi tubuh berdasarkan kebutuhannya. Demikian pula actor di atas panggung. Harga semua posisi tubuh sama tergantung kebutuhannya. Baik yang Full Front (jika hendak memberi pertanyaan/pidato) mau pun yang Full Back (jika hendak memberi kesan suspens atau misterius)

 

Apakah yang dimaksud dengan improvisasi?

Improvisasi adalah ‘jalan keluar jika keadaan memaksa’. Misal, lawan main lupa dialog sehingga adegan harus diselamatkan. Disini terlihat kemampuan pemahaman dari seseorang actor. Jika dia sudah paham lakon, peranan, peristiwa dan adegannya maka dia akan menjadi penyelamat. Dia akan menggiringi lawan main dengan dialog yang mungkin tak ada didalam naskah. Upaya itu bisa membuat lawan main yang lupa dialog segera ingat kembali dialog berikutnya. Aktor sehebat apapun, bisa mendadak blank atau kosong dan tak tahu apa yang harus didialogkan.Penyebabnya macam – macam.

 

Apakah seorang actor harus bisa menari dan bernyanyi?

Dimasa lampau, seorang actor wajib belajar menyanyi, menari/berdansa, bermain anggar dan naik kuda (untuk actor film). Didalam naskah –c naskah klasik, sering terdengar adegan – adegan dimana actor harus menyanyi, berdansa atau bermain anggar. Jika ada adegan perkelahian diatas panggung, maka actor harus belajar teknik – teknik berkelahi. Naskah – naskah masa kini jarang yang mematokkan adegan tari-nyanyi atau main anggar. Namun memang sebaiknya actor belajar olah gerak (untuk kelenturan tubuhnya) dan menyanyi (olah suara) yang pasti akan sangat bermanfaat.

 

Modal apa yang diperlukan seseorang untuk bisa menjadi actor?

  1. Raga (tubuh), olah suara termasuk didalamnya.
  2. Sukma (rasa/emosi, imajinasi, interprestasi/tafsir, penghayatan, ekspresi, pengamatan, penyerapan luar-dalam).

 

Dengan modal hal – hal itu, apa yang selanjutnya harus dilakukan?

Seorang aktor harus melatih tubuh dan sukmanya secara terus – menerus.

 

Untuk semuanya harus dilatih?

Agar sebagai aktor, siap memainkan peranan apa saja dan sanggup mengkomun ikasikannya pada penonton dengan meyakinkan.

 

Bagaimana seorang actor harus melatih suara?

Seorang actor harus berlatih intensif untuk dapat bersuara keras dan jelas. Keras bukan berarti ngotot atau berteriak sampai otot kejang.

 

Mengapa seorang actor harus melatih suara?

Karena suaranya harus dapat menguasai ruang dan terdengar sampai penonton yang duduk paling belakang.

 

Mengapa seorang actor harus melatih tubuhnya?

Seorang actor harus melatih tubuhnya sedemikian rupa agar penonton yakin dengan apa yang diperankannya. Misalnya untuk menjadi kakek, seorang actor harus melatih tubuhnya untuk menjadi seperti kakek. Bokannya harus bongkok – bongkok, tetapi bertindak serta bersikap sesuai tubuh dan jiwa seusia kakek tersebut. Tubuh harus disiapkan untuk menerima peran kakek.

Selama pementasan atau ketika sedang bermain diatas panggung actor harus dapat menahan kencing, lapar, haus, sakit perut atau sakit pinggang. Yang penting penonton yakin dengan apa yang diperankan.

 

Apakah yang dimaksud dengan seni peran?

Seni peran adalah seni berganti peran.

 

Apa yang diperlukan agar dapat berperan dengan baik?

Seorang actor harus melakukan pengamatan dan penelitian. Seorang actor adalah seorang peneliti. Aktor harus mengamati dan meneliti berbagai aspek yang ada dilingkungan sekitarnya. Misalnya sebagai berikut :

  1. Ketika seorang actor akan memainkan peran seorang bapak yang galak, maka dia harus mengamati bapak – bapak yang galak sebagai bandingannya.
  2. Ketika seorang actor diminta berperan menjadi anak jalanan, maka dia harus mengamati tingkah laku, cara berpakaian dcan sikap anak jalanan.

 

Apa saja yang ahrus diamati seorang actor untuk melengkapi peranan?

  1. Aspek ekonomi.

Orang yang punya uang seratus juta dengan orang yang tidak punya uang sama sekali akan tampak beratbeda dalam hal sikap, cara berpakaian,

  1. Aspek social.

Seorang anak jalanan tidak mungkin ditunggui oleh babby sitter.

  1. Aspek budaya.

Cara bicara orang Jawa berbeda dengan orang Sunda.

 

Kapan sebaiknya pengamatan dilakukan?

Selama masih ingin menjadi actor.

 

Apa guna pengamatan?

Agar menjadi memori untuk dibangkitkan lagi dalam melengkapi peran.

 

Apa yang paling penting ketika seseorang berada di atas panggung?

Mengingat apa tujuan dari tokoh yang diperankannya sehingga dia tau persis apa yang akan dilakukannya. Tujuan itu harus disampaikan pada penonton. Misalnya ada seorang laki – laki dan perempuan kehilangan anak.Tujuannya ketika berada dipanggung adalah mencari anaknya. Dengan demikian, dia tahu persis apa yang akan dilakukannya di atas panggung.

 

Dalam menjalankan perannya, bagaimanakah seseorang harus berakting?

Dalam berakting, seorang actor tidak boleh berpura – pura. Dia harus menciptakan kebenaran peran. Ketika bermain sebagai orang gila, dia harus benar – benar menjadi orang gila. Seorang actor harus sesungguhnya menjadi peran itu sehingga penonton yakin bahwa dia memang tokoh yang sedang diperankannya.

 

Apa yang membuat permainan actor / aktris dinilai bagus?

Seorang actor/aktris dinilai bagus permainannya bukan karena tampang, peranan atau ceritanya. Bukan pula karena dia mampu menangis terus dari awal sampai akhir sandiwara. Seorang actor/aktris dikatakan bagus jika dapat bermain dalam peranan apa saja.

 

Apa yang terpenting dilakukan seorang actor?

  1. Konsentrasi

Aktor harus menghafal naskah dan menjadikannya bagian dari dirinya, lalu menyampaikannya kepada penonton secara baik dan meyakinkan. Daya ingat (daya hafal) menjadi lebih tajam karena konsentrasi. Konsentrasi adalah untuk menjadi peranan.

  1. Imajinasi.

Tanpa imajinasi, permainan menjadi kering.

  1. Kerja sama.

Terutama daengan lawan main dan alat – alat panggung.

 

Kenapa seorang actor harus berkonsentrasi menghafal dan menjadikan hafalan bagian dari dirinya?

Kalau tidak menjadi bagian dari dirinya,aktor akan terlihat kaku dan terkesan menghafal saat tampil dipanggung. Terkesan menghafal adalah yang paling tidak boleh dilakukan oleh seorang actor dipanggung.

 

Bagaimana jika konsentrasi seorang actor kurang baik?

Dia dapat mengganggu jalannya latihan atau pertunjukan. Jika dia salah kata, orang bisa tidak mengerti. Kata yang terbalik – balik berakibat tidak akan dimengerti oleh lawan main atau penonton.

 

Seorang actor harus berkonsentrasi pada apa saja?

  1. Hafalan dialog naskah dan nyanyian jika ada nyanyian.
  2. Penonton, jika penonton bereaksi atau merespons permainan.
  3. Gerakan. Aktor harus ingat kapan bergerak dan bergerak kemana, dan berbuat apa ditempat itu.

 

Kenapa pemain harus berkonsentrasi sebelum pertunjukan dimulai?

Konsentrasi sangat diperlukan untuk memusatkan pikiran hanya kepada apa yang akan dilakukan diatas panggung. Tanpa konsentrasi, mungkin dipanggung bisa lupa dialog atau lupa giliran masuk. Dengan konsentrasi, begitu panggung dibuka, pemain sudahsiap untuk apa saja. Berdialog, menyanyi, menari, bermain pedang. Atau apa saja sesuai karakter tokohnya.

 

Apa yang dimaksud dengan imajinasi?

Imajinasi itu seperti khayalan. Tapi (dalam teater) imajinasi adalah nyata. Misal, jika seorang actor membayangkan ada sebuah apel ditangannya, maka dia harus dapat membayangkan apel tersebut secara utuh. Aktor harus dapat membayangkan besarnya, beratnya, warnanya, bintik – bintiknya, tangkainya diatas atau dibawah sampai rasanya. Bagaimana memakannya, dicuci dulu atau tidak, dikupas dulu atau tidak, dipotong dulu atau langsung dimakan. Yang terpenting, actor itu harus dipercaya dengan apa yang diimajinasikannya. Ketika seorang aktor berimajinasi memegang apel dan memakannya, maka dia betul – betul merasakan bahwa apel tersebut dipegang dan dimakan sehingga penonton betul – betul percaya bahwa aktor itu sedang makan apel.

 

Lupa Kunci

Kedua gadis itu masih di dalam sanggar. Yang satu aku mengenalnya setahun yang lalu dan yang lain adalah temannya. Aku masih memainkan gitar diluar sambil membidik orang yang selalu mengganggunya belakangan ini.

Sesekali ia tersenyum lemah, memberi kode mereka baik-baik saja. Gadis berias pucat itu nampak begitu cantik bersama temanku yang masih awam mengenakan jilbab coklat tuanya.

Dari lorong cinta, mas Juned datang dengan tas ransel bergaris merah diatasnya menuju sanggar. Aduh. Pikirku ia baru selesai jam kuliah

“hay Nas, lagi ngapain? Kok sendirian?” tanyanya cuek sambil membuka pintu sanggar yang sedikit terbuka. “Edyan……”

****

Sial. Aku bergumam sambil mengendarai motor menuju kampus. Sore ini jadwal latihan. Aku membuka Handphone hitam yang sedikit retak dibagian samping. 16.12!! Sudah telat 12 menit. Biasanya aku tidak pernah terlambat seperti ini. Apalagi aku sebagai koordinator latihan pementasan.

Dengan tergesa-gesa aku segera memarkir motor dan berlari menuju sanggar. Dari kejauhan tampak hening. Mungkin sudah pada pemanasan di lapangan basket. Pintunya sedikit terbuka, Pasti itu Ari lagi main poker texas holdem. Dia memang jarang latihan karena tidak lolos casting seperti yang lain. Tidak ingin terlambat dengan yang lain aku segera melepas sepatu ket, jaket dan tas rempangku. Kubuka dengan keras pintu sanggar dan seketika hening.

Oh, fuck, damn, shit!! Mata semua penghuni sanggar tertuju padaku. Kulihat satu persatu dari mereka dengan sedikit senyum. Namun seolah ada dendam membara dimata mereka untuk segera membunuhku. Tatapan sinis dan tajam semua terarah padaku. Kulihat gadis itu juga sekilas melihatku namun memalingkan muka kembali.

Rapat dadakan menjelang pentas. Sengaja sutradara mengumpulkan kru dan pemain untuk sama-sama merasakan ketakutan jika pentas berlangsung tidak sesuai ekspektasi. Aku menundukan badan dan bersila disamping Ari yang masih asik menatap kartu di laptopnya.

“Darimana saja kau Nas?” Ari memulai pembicaraan. Aku rasa ini bukan saat mengobrol yang baik. Aku merasakan seluruh ruangan dan isinya begitu mencekam. Raut muka teman-teman yang biasanya ceria mendadak mendung. Mas Juned yang biasanya ceplas-ceplos juga hanya diam memainkan bolpoin ditangannya. Dan gadis itu juga masih memegang-megang jidatnya, seolah ada yang salah selama ia menjadi panitia pementasan. Sesekali mata kami beradu, saling tatap dan merasakan kehangatan dalam ketegangan sanggar sore itu.

“Sttt” aku memberi kode kepada Ari agar diam dan rapat bisa kembali dilanjutkan.

****

maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk. Tut, tut, tut

Sudah tiga kali aku coba masih juga demikian. Baiklah sekali lagi.

Tuuuuttt, tuuuttt, tuuuuttt, tik. Tersambung

“Ndre, proposal gimana? Sudah disebar? Dari tadi aku telfon gak diangkat”

“Sabar Nas, anak teater kok grusa-grusu kaya gitu. Mbok santai kaya dipantai, selow kaya di pulo” Terkekeh. Sepertinya ia tidak bisa merasakan kemarahanku yang memang diamanahi menjadi pimpinan pementasan.

“Njir, aku serius!” Akhir ini aku beberapa kali terlihat menjadi pemarah yang biasanya cukup riang untuk membuat mood teman-teman sekitar kembali bergairah. Mungkin faktor pementasan yang akan berlangsung beberapa minggu lagi.

“pokoknya aku gak mau tahu. Proposal minggu ini harus selesai disebar!” aku mematikan telfon.

Aku memesan kopi hitam di kantin ekonomi. Sekedar untuk menenangkan pikiran. Memang demikian kalau sudah keceplosan marah akan lupa jati diri. Namun biasanya aku selalu meluapkan amarah pada diri sendiri dengan beberapa umpatan di cermin. Memarahi diri sendiri akan lebih bijak daripada marah-marah didepan orang.

“kopinya. Kok tumben sendirian? Temanmu teater pada kemana?” tanya ibu kantin yang membangunkanku dalam lamunan.

“emm, anu bu, lagi latihan” jawabku agar ibu kantin segera pergi lagi.

Hari ini aku butuh kesuatu tempat yang sepi. Untuk marah, merenung dan menyesal. Aku adalah periang bukan pemarah. Aku ingin dicintai semua orang, bukan malah dimusuhi semua orang. Perlakuanku akhir-akhir ini membuat beberapa diantaranya menjauhiku.

****

Aku tahu suasana kurang kondusif. Jadi aku memutuskan untuk tidak melakukan adat salaman kepada teman-teman. Biasanya setiap jumpa dengan teman se-teater kami sempatkan bersalaman. Entah sejak kapan adat tersebut berlangsung. Yang jelas itu membuatku menjadi lebih akrab satu dengan yang lain.

Selama rapat berlangsung aku hanya diam, meskipun aku menjabat sebagai pimpinan pementasan. Sore ini sanggar dikuasai oleh sutradara dan aku hanya beberapa kali mengaggukkan kepala yang menyatakan persetujuan setiap usul yang dikehendaki sutradara.

Selesai rapat, aku keluar lebih dahulu karena memang posisiku tepat disamping pintu sanggar. Aku berjalan ke kijing miring diikuti Rina – Sekretarisku.

“Nas, anas, tunggu…” pintanya sambil membawa beberapa catatan di binder-nya.

“kok kamu gak bilang sih kalau ada rapat dadakan? Bagaimana aku tidak tersinggung, mengadakan rapat tanpa pengetahuan seorang pimpinan pementasan”

“tadi aku mau menghubungimu, tapi kata mas Gasit ‘tidak usah saja’ , dia tau kalau kamu hari ini kelelahan karena sudah mondar-mandir mengurus perijinan”

Aku duduk di bangku panjang kijing miring, Rina duduk dihadapanku

“jadi bagaimana? Pentas diundur?”

Rina sedikit mengangkat bahu, seolah pasrah.

Gila. Bagaimana mungkin seorang produser diatur sama sutradara? Aku yakin saat ini wajahku merah menahan amarah. Dan Rina paham betul setiap ekpresi yang aku tunjukan.

Diam beberapa saat, gadis kemarin berjalan kerahku. Ia akan bergegas pulang. Saat berpapasan ia mengaggukan kepalanya. Budaya orang jawa yang menujukan kesopanan kepada orang lain.

“Rin, gadis itu siapa? Teman Tuti kan?”

“Oh, itu Riska. Baru saja masuk menjadi anggota baru, teman sekelas Tuti. Kenapa?”

****

Riska Febriyani mengundang permintaan pertemanan. Di layar handphone-ku muncul logo facebook. Pemberitahuan kalau sedang ada permintaan pertemanan. Riska Fabriyani? Gadis itu? Sengaja belum aku confirm agar bisa kepo terlebih dahulu gadis tak bermake up tersebut. Benar! Dalam hati aku sumringah dan segera menerima permintaan tersebut.

Baru beberapa menit berteman, ia sudah menigirim pesan melalui facebook– Mungkin ini medsos yang baru ngetrend saat ini.

Kak,

Iya. Maaf ini siapa ya?. Pertanyaan ritoris untuk memecah kepanikan saat membalas chatnya

Ini ak Riska kak, temene Tuti.

Oh. Ada apa? 

Anggaran tuk konsumsi brapa?

Anjir, malah bertanya masalah pementasan. Sebenarnya aku sudah cukup jenuh memikirkan pementasan yang memang masih amburadul pada beberapa bidang, termasuk konsumsi. Berharapnya ia mengajak ketemuan untuk membahas sesuatu yang lain..

Smentara 500 ribu, mngkin nanti akan ditambah kalau sdh dpt sponsor

Oh, ok kak

Dan obrolan kami berkahir. Nanggung. OK adalah kata untuk mengakhiri sebuah chatingan kan?

****

Kemana perginya lentera hati….

Lama kucari dikelamnya hari…

Beribu hati tlah kuselami….

Tiada bisa tenangkan hatiku ini…

Dunia serasa tanpa mentari…

Layar perahuku tlah hilang kini…

Ombak menghempas kian kemari…

Entah sampai kapankah aku begini…

Hari,…

Alah, apaan sih Nas, lagi seru-seru nyanyi malah gitarnya fals”

Siang ini sanggar cukup ramai. Didalam ada yang bermain poker, ada pula beberapa yang mengerjakan tugas kuliah. Sedangkan diluar ada orang-orang yang anti-kuliah nyanyi bareng.

“Sorry bro, aku lupa kunci”

“Halah, lagu punya kelompok sendiri kok tidak hafal kuncinya. Kalau begitu bagaimana generasi penerus nanti bisa mewarisi lagu?” eluh Andre yang baru selesai menyelesaikan tugasnya menyebar semua proposal.

“Yaudah, kau saja yang pegang gitar” sambil geram, aku sodorkan gitar kehadapan Andre.

“Gak bisa lah, Nas. Tanganku tadi habis kejepit kursi kuliah” elak Andre yang memang semua sudah tahu kalau ia memag tidak bisa main gitar. Semua tertawa dan saling mengejak satu sama lain. Sepertinya hari ini menjadi hari kebebasan setelah beberapa minggu terbelenggu dalam deadline, deadline dan deadline.

****

Beberapa hari ini Riska tidak muncul di sanggar. Setiap hari aku buka profilnya di facebook dan ia jarang sekali upadate status. Semakin penasaran, aku coba chat dia lewat facebook. Selesai mengetik aku hapus kembali, demikian seterusnya dan akhirnya tidak jadi chat Riska.

Dering ringtone handphne satunya berbunyi. Maghrib begini yang telfon siapa? Bukankah hari ini libur latihan? Terpampang dilayar nama Rina.

“Hallo Rin, ada apa?”

“Bisa ketemuan?”

“Boleh. Dimana? Dasar jones. Butuh temen ngobrol mulu” aku goda Rina yang memang sudah lama menjomblo.

“Anjir, ayolah. Pulsaku mau habis. Di tempat biasa” telfon dimatikan.

Tempat biasa? Ya, karena memang kita sering ketemuan bareng. Jadi sudah paham beberapa kode. Termasuk tempat biasa. Wedangan samping kampus, yang terkenal dengan teh jeruk angetnya.

****

Latihan malam hari ini cukup melelahkan. Selesai sampai jam 12. Aku melihat para pemain begitu kelalahan dan tidak menujukan tanda -tanda raut kebahagian seperti siang tadi di sanggar. Ya, latihan kali ini cukup keras, tegas dan sadis. Semua orang kena caci. Sutradara sepertinya sudah kehabisan kesabaran.

Dibelakang kursi lampu CYC aku hanya mengelus dada dan sesekali mengobrol dengan Rina yang sedari tadi mencatat alur pementasan. Pertunjukan besok harus sempurna! Itulah cita -cita sutradara dan juga semua kru dan pemain. Melihat kondisi yang semakin memanas. Aku mendekati sutradara. Sedikit galagasi kepada sutradara, akhirnya redam emosi dan suasana mencekam.

Saat latihan berakhir, aku kembali mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang susah payah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan hartanya untuk pentas. Kemudian juga pemohonan maaf atas segala ucap dan perilaku yang menimbulkan ketidaknyamanan diantara kita. Ya, dua pernyataan yang selalu aku sampaikan saat banyak orang mulai mengacuhkannya. Terimakasih dan Minta maaf.

****

Untung ada Riska.

Gadis tak bermake-up yang menjadi keteduhan ditengah pusaran keruwetan jelang pementasan. Langkah kaki tak terasa berat jika setiap hari harus ke sanggar asal ia selalu menawarkan senyum tipisnya untukku.

Nas, ayo nyanggar.

Satu pesan masuk dari mas Juned. Aku biasa ditipu sama mas Juned. Setiap kali disuruh kesanggar selalu sepi padahal katanya sanggar ada acara.

Duh, capek i mas, ntar malem ae sekalian latihan. Ak tak tidur dulu. Td blk dr kmps subuh

Send. Semoga hari ini bisa sedikit istirahat biar bisa fit saat latihan nanti malam. Supaya Ibu juga tidak khawatir karena belakangan aku jarang bercengkrama dengan keluarga. Rumah hanya sebatas tempat singgah untuk tidur.

Cuk, byk org ini. Mau tanya soal pementasan

Halah paling tipuan lagi. Biasanya habis ditekadi kesanggar yang ada juga cuma mas Juned main gitar fals.

Emang sapa aja di snggar?

Ari, Andre, Tuti, Riska.

Riska? Sebenarnya aku sudah paham, biasanya mas Juned suka bohong biar ada teman di sanggar. Tapi saat nama Riska disebut. Seolah jantung berdetup dan darah semua mengalir ke kaki untuk melangkah menuju motor. Gila.

Sambil menyelam minum air. Kalau toh mas Juned berbohong ya sekalian menjadi teman curhat sehariannya. Syukur mas Juned tidak berbohong, jadi bisa ketemu Riska.

Sesampai di sanggar, tepat dengan ramalanku. Aku ditipu untuk kesekian kalinya. Sanggar sepi hanya mas juned seorang diri. Dengan senyum jahatnya ia menyapaku dari pintu sanggar.

Payah.

**** 

Sejak kapan kau suka sama Riska?” Duar! Sejak kapan Ari tahu kalau aku suka sama Riska? Pagi itu kami nongkrong di kantin ekonomi yang masih cukup renggang. Pertanyaan Ari, seolah menghukumku karena terlalu egois menyembunyikan perasaan.

“Kok tiba-tiba tanya seperti itu? Aku biasa saja. Lagian sekarang aku mau fokus sama pentas minggu depan” sambil memegang cangkir putih yang berisi teh panas, aku berharap Ari mengalihkan pembicaraan.

“Tidak usah berbohong Nas, aku tahu semuanya” sambil menyalakan rokok Djarum Super dan mengepulkan asapnya kewajahku.

Tahu semuanya? Aku merasa tidak pernah menceritakan keterterikanku terhdap Riska pada siapapun. Paling hanya Ibu yang selalu aku curhati tentang kisah percintaanku. Tapi tidak mungkin Ari diberitahu Ibu.

Firasat yang menggelayuti semakin kencang. Panik. “Emang kau tau darimana?”

“Anas, anas. Gerak-gerikmu itu sudah terbaca sejak kau pertama bertemu di rapat pentas kemarin. Kalau sama cewek lain bisa bercanda lepas. Giliran setiap ada Riska kau menjadi kaku” Ari terkekeh. “tidak apa suka sama Riska. Tapi kau tidak lupa kuncinya kan?”

“Kunci? Kunci apaan?”

“Kunci mendapatkan wanita pujaan” Ari semakin tertawa lepas sambil mengejekku dengan gestur tubuhnya yang lentur.

Aku mengerutkan dahi. Kunci? Memang untuk mendapatkan wanita butuh kunci?

Ari menepuk pendakku. “Gini lho sob, mendapatkan wanita itu ibarat kaya main ketapel. Jangan kau memaksanya untuk mengejar, ia pasti berlari. Kalau ia memang berlari biarkan, kau berjalan kebelakang. Ingat ilmu ketapel. Mundur, mundur, mundur, melesat mendapatkan wanita yang kau impikan” Ari kembali melanjutkan kebahagiaanya mentertawaiku. Ada tiga mahasiswi di samping mejapun mengalihkan pandangan kepada kami, karena suara yang keras dari Ari.

“Ya sudah Nas, aku masuk kelas dulu. Ingat kuncinya. Ilmu ketapel. Jauhi dulu baru ditangkap” sambil melambaikan tangan, bayangan Ari menghilang ditelan tembok kantin.

Ha? Mencintai wanita kok malah disuruh menjauhi? . Aku beberapa waktu merenungkan nasehat Ari. Memang sih, Ari adalah pria katagori keren di lingkungan organisasi dan banyak wanita yang kepincut padanya. Tapi aku tidak mau seperti dia. Kalau memang berjodoh pasti kami juga akan didekatkan. Life is simple. So, menjadilah aktor yang elegan untuk mendapatkan aktris yang sempurna. Dan bukan lagi masalah Lupa Kunci.

****

Hari H pementasan. Semua hening dibangku penonton. Hanya ada suara moderator membacakan peraturan selama pertunjukan berlangsung. Aku melihat para pemain sudah berada pada posisinya masing-masing. Wajah mereka tegang. Aku lempar senyum ke beberapa pemain sebagai perantara gairah semangat untuk pertunjukan. Jangan panik. Mari kita hentakkan panggun teater arena. Bisikku dalam hati.

“Selamat Menyasikkan”

Suara gemuruh musik menggema diseluruh gedung. Beberapa kru sibuk mempersiapkan kostum pengganti dan set. Aku memejamkan mata. Tuhan Berkati kami

Pementasan dimulai dengan lancar. Aktor dan aktris berdialog indah dan mengalun. Aku masih dibelakang panggung untuk menunggu clue berikutnya. Adegan selesai dan aku memasuki panggung yang gelap gulita. Saat aku akan berdialog aku melihat Riska duduk di barisan terdepan tepat segaris dengan aku berdiri.

Dia nampak anggun dengan sweter biru. Beberapa kali aku kehilangan fokus. Meskipun aku mampu menyelesaikan adegan demi adegan dengan baik — menurutku.

Selesai pertunjukan kami mendapat riuh tepuk tangan yang hadir memadati panggung teater arena. Ucapan selamat mengalir dari banyak teman.

Saat diskusi dan evaluasi pementasan, aku yang memulai pembicaraan. Pada initinya aku sangat bangga dan puas atas kinerja kita. Disana aku melihat ada ikatan keluarga. Saling membantu, saling menghibur dan saling mencinta. Saling mencinta? Nampaknya hanya harapanku saja.

Kemudian mas Juned mendekatiku. Dengan gayanya yang sok akrab dia memelukku. “kok mainmu gak se-liar biasanya Nas. Kau lupa kuncinya ya?”

Ha? Kunci apa lagi ini? Bukankah aku sudah melakukan yang terbaik.

“Kunci apaan mas?”

“Kunci menjadi aktor hebat. Malam ini kau seperti kehilangan fokus. Asik sih, tapi kurang sedep” mengejekku dan berlalu menuju teman-teman lainnya.

Huh, mungkin karena pertama muncul langsung disuguhi aura kecantikan Riska. Jadi kurang bisa membangun emosi. Itu kunci yang terlupa. Membangun Emosi dalam sebuah pertunjukan.

Tidak apa banyak melupakan kunci. Yang penting ketika lupa kunci segera ingat kembali kunci tersebut untuk pengalaman menjadi manusia yang berkualitas

 

Klaten, 2 Juni 2017

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Profil Tokoh : Hanindawan Sutikno

imagesRKKPI339Hanindawan Sutikno atau lebih dikenal dengan nama Hanindawan (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 4 Desember 1959; umur 57 tahun) adalah tokoh sastra dan teater berkebangsaan Indonesia. Dia adalah pemimpin Teater Gidag Gidig Solo sejak sejak 1982. Hanindawan merupakan salah satu pelopor berkembangnya kelompok-kelompok teater di Surakarta melalui karya-karyanya. Saat ini, dia tercatat sebagai karyawan di Taman Budaya Jawa Tengah untuk divisi teater. Kemampuannya di bidang teater, menjadikannya dia ditunjuk sebagai pemoles gaya pidato presiden Republik Indonesia, Jokowi

Sejak usia mudia, Hanindawan sudah mencintai dunia kesenian. Rumahnya yang tak jauh dari RRI Surakarta, dimana disitu sering diselenggarakan pertunjukan kesenian melecut minatnya untuk selalu menyaksikan. Saat itu, usia Hanin masih SD dan tinggal bersama neneknya, dan memilih tidak ikut ayahnya pindah ke Jakarta.

RRI Surakarta merupakan pusat kegiatan kesenian di Solo. Hampir setiap malam ada pementasan wayang kulit, wayang orang, ketoprak, pembacaan puisi, keroncong, dan berbagai kesenian rakyat lainnya. Dalam lingkungan seperti itulah Hanin kecil mengawali perkenalannya dengan kesenian. Dia menonton pertunjukan di panggung RRI dengan cara mbludhus (masuk sembunyi-sembunyi tanpa membeli tiket) yanya untuk memenuhi hasrat menontonnya.

Saat masuk SMAN 4 Surakarta, 1977, atas ajakan seorang teman, dia bergabung dengan kelompok teater remaja yang semua anggotanya siswa SMA setempat. Kelompok itu, Teater Gidag Gidig, didirikan pada 21 Desember 1976, dipimpin oleh Bambang Sugiarto, kakak kelas Hanin, yang juga sutradara. Lulus SMA, 1980, Hanindawan masuk Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo. Padahal semasa SMA dia dari jurusan IPA. Sastra Indonesia dipilih karena paling dekat dengan hobinya, berteater.

Di kampus, aktivitas teater Hanin kian menjadi. Namun, dia malah merasa jenuh. Kejenuhan itu timbul, karena dorongan berteater dalam diri yang sangat kuat tetapi tak terwadahi dalam ekspresi kelompok yang stagnan. Maka, pada 1982, Hanin memutuskan berhenti dari Gidag Gidig. Tapi beberapa bulan kemudian, Bambang Sugiarto justru menghubunginya dan meminta aktif kembali, bahkan ditawari untuk memimpin dan melatih anggota-anggota baru.

Gidag Gidig dan Hanindawan selanjutnya bagai dua sisi mata uang. Anggotanya, kini tak lagi anak-anak SMA setempat tetapi bersama kelompok ini pula Hanin menyebarkan ’virus’ teater di sekolah-sekolah di Solo sekitarnya, dan tahun 1990 adalah saat di mana mencapai puncak kreativitas kelompok-kelompok teater di Solo.

Sejak 1990, Hanindawan tercatat sebagai karyawan di Taman Budaya Jawa Tengah Surakarta. Dia dipercaya mengurus komite teater yang bertugas melayani dan mengakomodasi kelompok teater yang hendak berpentas di TBJT.

Sesungguhnya penampilan pria ini terlalu rapi untuk ukuran orang panggung. Kaos atau kemeja yang dikenakan selalu bersih dan diseterika rapi. Sama rapinya dengan rambut yang dicukur nyaris plontos. Ia juga amat santun dan kalem.  Hanindawan menjadi istimewa karena hingga kini dialah penggerak bagi kehidupan teater di Solo dan kota-kota sekitarnya. Ia biasa berlama-lama di desa terpencil hanya untuk  memberikan workshop penulisan naskah dan latihan teater untuk anak-anak dan remaja di sana.

“Mereka yang tinggal jauh di pedalaman juga  berhak tahu, apa itu teater, musik, pembacaan puisi dan lainnya.  Saya hanya menularkan apa yang saya tahu kepada mereka. Jadi apa yang saya kerjakan ini bukan sesuatu yang istimewa,” kata Hanin.

“Saat itu saya bahkan belum tahu yang namanya teater. Teater atau bukan, pokoknya main saja. Tapi setelah itu ketagihan. Seperti orang yang sedang jatuh cinta,  seluruh masa remaja saya bisa tertampung di teater,” kata ayah dua putri ini.

Tahun 2004 , ia bersama kelompok teater Gidag Gidig mampu mencuri perhatian banyak kalangan dalam Panggung Teater Realis di TIM Jakarta. Ketika itu, ia menggarap lakon Dag Dig Dug karya dramawan Putu Wijaya yang sarat dengan teror, menjadi sugguhan panggung yang ringan, cair dan penuh guyonan, namun tanpa harus kehilangan ruh naskah.

“Bagi saya teater itu sebuah ruang baca, dan kita mengajak penonton untuk  membaca bersama tentang apasa saja, mulai masalah sosial, politik, hukum, lingkungan, hingga korupsi. Karena itu penonton harus dimudahkan,” kata Hanin di Taman Budaya Surakarta (TBS).

”Hampir setiap malam saya mbludus (masuk dengan cara sembunyi-sembunyi tanpa membeli tiket) untuk nonton pentas di panggung RRI.  Saya juga tidak tahu mengapa suka. Mungkin karena saya tidak mempunyai teman, jadi butuh hiburan,” kenang suami dari Sri Mahanani Nugrohoningsih ini.

 

Pentas-pentas kesenian di RRI itulah yang memberikan dasar kesenian (teater) tradisi  yang kuat pada dirinya. Tak heran karakter tradisional selalu melekat pada setiap garapannya, termasuk naskah-naskah drama yang ia tulis.

Ketika tahun 1982 ia diminta memimpin Gidag-Gidig menggantikan pemimpin sebelumnya, unsur modern dan tradisional pun kental mewarnai Gidag Gidig. Hanin, misalnya, memasukkan gamelan berikut sinden sebagai ilustrasi musik. Ia mengemas teater dengan gaya khas; ringan, segar dan komedial -sehingga isu yang berat sekalipun akan mudah ditangkap penonton.

Kelak, dalam Festival Teater Yogyakarta tahun 1985, sejumlah teaterawan menyebut gejala semacam ini merupakan gaya sampakan –yang kemudian menjadi label Teater Gandrik. Istilah sampakan mengacu pada gending sampak, yakni komposisi gamelan yang riang yang banyak dipakai pada ketoprak.

”Bagi saya, itu sebenarnya hanya pilihan estetis pertunjukan. Bagian dari kreativitas,” kata Hanin.

Naskah teater pertama Hanin, Paing si Bediende, yang ditulis tahun 1982, paling sering dipentaskan oleh kelompok-kelompok teater di Solo dan kota-kota sekitarnya, seperti Yogyakarta dan Semarang. Sejak itu mengalir naskah-naskahnya yang lain, seperti Gulipat (1990) , Pedati Kita di Kubangan (1993), Kanjeng Ratu (1996), Boneka Patah (1998), Membaca Calon Arang (2002) dan Hai Orang (2008) yang pernah ia pentaskan keliling Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Hampir semua naskah dan pentasnya sarat guyonan, namun selalu memiliki nilai-nilai moral, kebaikan dan religiusitas. Tak jarang ia melesatkan sinisme, kritik dan protes social. Hanya saja, Hanin tak pernah melesakkan nilai-nilai itu dengan cara yang  meledak-ledak. Sebaliknya, ia selalu membungkus karyanya dengan santun, kalem dan sesekali kocak.

Dalam beberapa tahun belakangan, Hanin kerap berkolaborasi dengan sejumlah seniman lain; penari, dalang, wayang orang, musisi dan bahkan perupa. Februari ini, mislanya, ia tengah menyiapkan sebuah pentas kolosal teater-tari bersama koreografer Djarot B Darsono, yang akan dipentaskan  pertengahan Maret mendatang.

“Kesenian itu tidak pernah berdiri sendiri. Kesenian harus bertemu dengan kesenian lain dan penontonnya agar  lebih hidup. Saya punya mimpi teater, juga kesenian lain, bisa hidup di luar habitatnya gedung kesenian,” ujar Hanin yang sukses menggelar Mimbar Teater Indonesia II yang digelar di Solo, Oktober tahun lalu.

 

Mimpi itu diwujudkan lewat kelompok Thoprak Pendapan, sebuah pentas ketoprak dengan cita rasa lain; panggung minimalis, gamelan mini, tak ada bahasa Jawa halus, tak ada juga adegan abdi yang menyembah takzim kepada rajanya. Mengambil cerita dari kisah-kisah seputar kerajaan, namun dalam penyajiannya Thoprak Pendhapan membebaskan diri dari pakem ketoprak konvensional (klasik) yang kini semakin dijauhi terpinggir. Di tangan Hanin, pementasan ketoprak menjadi sajian masa lalu yang  dinamis, modern, gampang dimengerti dan menghibur.

Seperti mimpinya pula, Thoprak Pendhapan lebih sering dipentaskan di kampung-kampung. Panggungnya adalah teras rumah penduduk, pendapa balai desa, atau lapangan bulutangkis RT.

“Saya tidak risi disebut sebagai seniman kampung. Kesenian harus mendekat dengan masyarakat agar terus dicintai,” ujar Hanin yang karyawan di di Taman Budaya Surakarta.

Dalam perkembangannya, Hanin mengusung ketoprak “gaya baru” ini ke ruang keluarga. Konsep ini, menurut dia, dijalankan dengan sistem  tanggapan. Sebuah keluarga yang sedang mempunyai hajatan pernikahan, misalnya, bisa menanggap Thoprak Pendhapan pentas di ruang keluarga rumahnya. Pentas eksklusif ini merupakan pentas kecil dengan tiga orang pemain yang memanfaatkan ruang tamu sebagai setting panggung.

“Penontonnya bisa hanya anggota keluarga. Biaya tanggapan antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Selama Januari, sudah ada tiga keluarga yang nanggap. Salah satunya adalah keluarga Mas Don (seniman tari Sardono W Kusuma),” ujar Hanin.

 

Sumber : Wikipedia dan Ganug Nugroho Adi

 

Teknik Dasar : Olah Tubuh

DSC_0177.JPG

Seringkali seseorang yang memerankan tokoh pada sebuah pertunjukan pentas teater mendapat kritikan karena permainannya dianggap jelek. Hakikat seni peran adalah adalah meyakinkan penonton bahwa apa yang tengah dilakukan aktor itu benar dan sudah cukup. Intinya sekali lagi pemain dalam permainan harus mampu meyakinkan penonton.
Alat modal akting aktor adalah tubuh (raga) dan sukma (rasa), itulah yang seharusnya terus menerus diasah dan dilatih agar siap dalam menghadapi, menggali serta memainkan peran. Untuk itu ada beberapa langkah dan tahapan yang harus diperhatikan, sebagai berikut :

3 LANGKAH MENUJU SIAP RAGA (TUBUH)
1. Melatih kelenturan otot-otot anggota tubuh.
a. Leher, mata, mulut (expresi)’
b. Tangan (jari-jari, pergelangan, lengan, bahu)
c. Kaki (pergelangan lutut, tungkai, langkah)
2. Melatih pernafasan.
a. Bernafas dengan benar
b. Terkontrol
c. Pemupukan energi kreatif
3. Membaca dan mengeja huruf.
a. Membaca (kejelasan kata & suku kata)
b. Mengeja (huruf hidup & huruf mati)

4 LANGKAH MENUJU PENCIPTAAN
1. Melatih suara/vocal (eja – baca – paham – arah – rasa – cipta)
2. Mengasah daya pencapaian (artikulasi)
3. Memahami pengertian “suratan dan siratan”
4. Memperjkaya daya kehadiran

4 LANGKAH MENUJU TAHU & MENGERTI (MEMAHAMI)
1. Mengetahui, mempelajari & memahami sejarah teater dan budaya.
2. Menyerap pengetahuan umum.
3. Presentasi (mengasah daya ungkap.
4. Mengasah kemampuan, menganalisa dan menyimpulkan.

6 LANGKAH MENUJU SIAP SUKMA (RASA)
1. Konsentrasi dan fokus.
2. Observasi dan penyerapan (lingkungan – suasana – waktu)
3. Imajinasi (lingkungan – benda – suasana – waktu – peristiwa – kenangan)
4. Penghayatan (bentuk – irama – ritme – tempo – rasa)
5. Improvisasi (pemahaman – berkisah dengan cara berbeda)
6. Pembangunan karakter peranan (analisa – pengadeganan – jalinan – latar belakang – motivasi)

Jika langkah-langkah itu sudah dijalankan tapi masih juga ada hambatan, maka hal itu bisa terjadi karena kurang latihan, kutrang memahami, kurang konsentrasi, kurang energi, kurang motivasi. Apabila langkah-langkah diatas dianggap terlalu kompleks dan rumit, terutama lantaran harus disampaikan dalam bahasa yang sangat sederhana, maka cukup diambil langkah sederhana sebagai berikut :
1. Calon aktor harus melatih seluruh anggota tubuhnya.
2. Calon aktor harus tekun melatih kepekaan dan kemampuan daya ingat, konsentrasi, pengamatan imajinasi, serta ekspresi.
3. Calon aktor harus rendah hati, disiplin, terbuka, punya tanggung jawab, menghargai orang lain, dan jujur.
4. Calon aktor tidak bosan belajar.
5. Calon aktor harus banyak membaca, mendengar dan melihat.

Olah Tubuh

1. Relaksasi
Realaksasi adalah hal pertama yang haru dilakukan dengan cara menerima keberadaan dirinya. Relaksasi bukan berarti berada dalam keadaan pasif (santai) tetapi keadaan dimana semua kekangan yang ada di tubuh terlepas.
Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh aktor adalah kebutuhan untuk relaksasi. Baik itu di dalam kelas, dalam latihan, di atas panggung, maupun paska produksi. Relaksasi adalah hal yang sangat penting bagi semua performer. Relaksasi bukanlah keadaan menta dan fisik yang tidak aktif, melainkan keadaan yang cukup aktif dan positif. Ini memungkinkan seorang aktor untuk mengekspresikan dirinya saat masih didalam kontrol faktor-faktor lain yang bekerja melawan cara pemeranan karakter yang baik. Jadi, relaksasi adalah hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan utama dari seorang performer.
Segala sesuatu yang mengalihkan perhatian ataupun yang mencampuri konsentrasi seorang aktor atas sebuah karakter, cenderung dapat merusak relaksasi. Aktor pemula biasanya tidak dapat dengan mudah merespon sebuah perintah untuk relak, hal ini disebabkan berkaitan dengan aspek-aspek fisik kepekaan dan emosi akting ketika berada dihadapan penonton. Dengan kata lain, dalam keadaan rileks, aktor akan menunggu dengan tenang dan sadar dalam mengambil tempat dan melakukan akting. Untuk mencapai relaksasi atau mencapai kondisi kontrol mental maupun fisik diatas panggung, konsentrasi adalah tujuan utama. Ada korelasi yang sangat dekat antara pikiran dan tubuh. Seorang aktor harus dapat mengontrol tubuhnya setiap saat dengan pengertian atas tubuh dan alasan bagi perilakunya. Langkah awal untuk menjadi seorang aktor yang cakap adalah sadar dan mampu menggunakan tubuhnya dengan efisien.

2. Ekspresi
Kemampuan Ekspresi merupakan pelajaran pertama untuk seorang aktor, dimana ia berusaha untuk mengenal dirinya sendiri. Si aktor akan berusaha meraih ke dalam dirinya dan menciptakan perasaan-perasaan yang dimilikinya, agar mencapai kepekaan respon terhadap segala sesuatu. Kemampuan Ekspresi menuntut teknik-teknik penguasaan tubuh seperti relaksasi, konsentrasi, kepekaan, kreativitas dan kepunahan diri (pikiran-perasaan-tubuh yang seimbang) seorang aktor harus terpusat pada pikirannya.
Kita menggunakan cara-cara non linguistik ini untuk mengekspresikan ide-ide sebagai pendukung berbicara. Tangisan, infleksi nada, gesture, adalah cara-cara berkomunikasi yang lebih universal dari pada bahasa yang kita mengerti. Bahkan cukup universal untuk disampaikan kepada binatang sekalipun.

3. Gesture
Gesture adalah impuls (rangsangan), perasaan atau reaksi yang menimbulkan energi dari dalam diri yang selanjutnya mengalir keluar, mencapai dunia luar dalam bentuk yang bermacam-macam; ketetapan tubuh, gerak, postur dan infleksi (perubahan nada suara, bisa mungkin keluar dalam bentuk kata-kata atau bunyi).

4. Gestikulasi
Bahasa tubuh adalah media komunikasi antar manusia yang menggunakan isyarat tubuh, postur, posisi dan perangkat inderanya. Dalam media ini, kita akan memahami bahasa universal tubuh manusia dalam aksi maupun reaksi di kehidupan sehari-hari.

5. Olah Mimik
Perangkat wajah dan sekitarnya, menjadi titik sentral yang akan dilatih. Dalam olah mimik ini, kita akan memaksimalkan delikan mata, kerutan dahi, gerakan mulut, pipi, rahang, leher kepala, secara berkesinambungan.
Mimik merupakan sebuah ekspresi, dan mata merupakan pusat ekspresi. Perasaan marah, cinta, dan lain-lain akan terpancar lewat mata. Ekspresi sangatlah menentukan permainan seorang aktor. Meskipun bermacam gerakan sudah bagus, suara telah jadi jaminan, dan diksi pun kena, akan kurang meyakinkan ketika ekspresi matanya kosong dan berimbas pada dialog yang akan kurang meyakinkan penonton, sehingga permainannya akan terasa hambar.

DSC_0167.JPG

6. Olah Tubuh
Warming-Up atau pemanasan sebaiknya menjadi dasar dalam pelajaran acting. Melatih kelenturan tubuh, memulai dari organ yang paling atas, hingga yang paling bawah. Latihan ini ditempuh untuk mencapai kesiapan secara fisik, sebelum menghadapi latihan-latihan lainnya.
Olah tubuh bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan pada balet, namun kalau di Indonesia sangat mungkin berangkat dari pencak silat atau tari daerahnya masing-masing seperti kebanyakan actor cirebon dengan masres (sejenis teater tradisional cirebon) yang banyak menguasai tari topengnya, juga tentu di Bali, Sunda dan banyak tempat yang berangkat dari tradisinya dan kemudian dikembangkan pada tujuan pemeranan,.
Bowskill daalam bukunya menyatakan “Stage and Stage Craft”, yang katanya Apa yang kau lakukan dengan kedua tanganku. Pertanyaan tersebut dilanjutkannya pula dengan Apa yang harus aku lakukan dengan kedua kakiku. Banyak aktor pemula selalu gagal dalam menampilkan segi kesempurnaan Artistik, karena pada waktu puncak klimaks selalu diserang oleh kekakuan, mengalami ketegangan urat.

Kekejangan ini memberikan pengaruh buruk pada Emosi bagi pemeran yang sedang menghayati perannya, apabila hal ini menimpa Organ suara maka se-orang yang mampunyai suara baik menjadi parau bahkan bisa kehilangan suara, jika kekejangan itu menyerang kaki maka orang itu berjalan seakan lumpuh, jika menimpa tangannya akan menjadi kaku.
Untuk mengendurkan ketegangan urat ada bermacam cara latihan, dengan melalui latihan gerak, senam, tari-tari. Hingga gerakkan dapat tercipta dengan gerakan artistic, dan dapat lahir dari Inter Akting (Gerakan Dalam).
Olah tubuh sebaiknya dilakukan sau jam setengah setiap hari, dalam dua tahun terus menerus, untuk memperoleh actor yang enak dipandang mata, subjeknya: Senam irama; Tari Klasik, Main anggar, Berbagai jenis latihan bernapas, latihan menempatkan suara diksi, bernyanyi, pantomime, Tata Rias.
Sumber/referensi dari :
Buku drama TEORI & PENGAJARANNYA. Prof. Dr. Herman J. Waluyo (2003)
MENYENTUH TEATER. N. Riantiarno (2003)
Hamzah Adjib A., Pengantar Bermain Drama, CV Rosda, Bandung.
Noer C. Arifin, Teater Tanpa Masa Silam, DKJ, Jakarta, 2005.
Iman Sholeh & Rik Rik El Saptaria, Module Workshop Keaktoran Festamasio 3, TGM, Yogyakarta, 2005.

BERTEATER DAN BERORGANISASI

IMG_9276.JPG

 

  1. BERTEATER DI LINGKUNGAN MAHASISWA

Seni teater di lingkungan mahasiswa mengalami pasang surut perkembangannya. Hidupnya kelompok-kelompok teater kampus ditopang oleh lembaga ataupun instansi kampus yang selalu mendukung kelompok-kelompok tersebut, maka dari itu kelompok – kelompok teater kampus mempunyai peran besar sebagai pelaku teater di Indonesia secara universal. Sistem regenerasi yang cepat mengakibatkan dinamika perkembangan dari tiap-tiap kelompok berbeda, oleh karena itu perlu adanya manajemen organisasi yang kuat dan turun menurun untuk mempertahankan visi- dan misi dari tiap-tiap kelompok. Perkembangan teater-teater kampus di solo sendiri mengalami pasang surut, memang setiap tahun hampir semua kelompok melahirkan karya yang ajeg. Entah agenda pementasan untuk produksi mereka atau pun untuk pementasan laborat mereka ( untuk mengenalkan calon-calon penerus organisasi mereka). Walaupun seperti itu selalu ada permasalahan di dalam kelompok tersebut entah dari segi produksi karya, sumber daya manusia, ataupun jaringan komunikasi antar kelompok kelompok teater.

  1. TENTANG KELOMPOK KERJA TEATER GADHANG

Kelompok Kerja Teater Gadhang yang biasa di sebut KKTG lahir di lingkungan kampus FEB Unversitas Sebelas Maret, sudah berumur 25 tahun sejak di bentuk pada tanggal 25 Juni 1991. Organisasi kemahasiswaan ini berada dibawah naungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS. KKTG mempuyai tagline “Kami hanya membutuhkan orang-orang yang berkarya, selebihnya mari kita kerjakan bersama”. Tagline tersebut menggambarkan Gadhang merupakan sebuah kelompok yang mempunyai cita-cita untuk selalu berkarya yang ditujukan kepada masyarakat kampus FEB, UNS, maupun masyarakat luas. Apapun bentuk karyanya asalkan bertanggung jawab semua akan di wadahkan di kelompok ini. Memang Gadhang merupakan organisasi yang bergerak berlandaskan seni teater, namun tidak menutup kemungkinan bagi pelaku didalamnya yang ingin mengembangkan kesenian lain.

Secara sistem kerja, KKTG mempunyai asas kekeluargaan. Sistem kekeluargaan memang dipandang karena ikatannya yang kuat. Kelompok yang didasari dengan hubungan antar anggota yang solid dan kuat mencerminkan kelompok yang  hidupnya akan lebih panjang, sehingga diharapkan selalu menelurkan karya-karyanya secara terus menerus. Sistem kekeluargaan tidak mengenal batasan dalam hubungan kerja, karena hampir semua pekerjaan di kerjakan bersama-sama secara gotong royong, walaupun setiap personal mempunyai peran dan tanggung jawab yang berbeda, namun berjalannya tetap dikerjakan secara bersama-sama. Banyak tantangan dalam menjaga sistem kerja secara kekeluargaan, karena setiap personal-personal didalamnya tidak selalu terus menerus memberikan waktu, tenaga, ataupun pikirannya kepada kelompok. Perlu adanya kesadaran dan usaha antar anggota untuk menjaga sistem ini.

Berkarya dengan berkeluarga merupakan hal yang sangat mungkin terjadi apabila kita mengetahui dan menyadari akan posisi dan tujuan di dalam kelompok ini. Karena sebuah karya yang baik adalah karya yang bertanggung jawab dan membuat pelaku-pelaku didalamnya tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa secara pemikiran dan emosi.

  1. SISTEM KEPENGURUSAN KKTG

 untitled

Kelompok Kerja Teater Gadhang mempunyai satu periode kepengurusan satu tahun. Asas –asas berjalannya kepengurusan telah diatur dalam AD/ART (Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga) yang telah di sahkan dalam setiap musyawarah anggota. Setiap bagian/jabatan pada struktur kepengurusan KKTG sudah mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing. Seperti halnya seorang manusia, Organisasi terdiri dari bagian-bagian tubuh yang mempunyai peran serta fungsi yang mempunyai beban yang sama, apabila salah satu bagian tubuh dari kepengurusan tidak berjalan, maka akan terjadi ketimpangan dan nantinya akan mempunyai dampak buruk kepada bagian yang lain.

Hal yang perlu dipahami oleh semua anggota pengurus KKTG adalah fungsi, peran dan posisi setiap pengurus dalam suatu kepengurusan, setelah itu, baru kita bisa menjalankan tugas dan kewajiban yang akan kita lakukan sesuai dengan tujuan

 

Tito Bagus Wicaksono (Ketua Teater Gadhang 2014)